Tahukah kamu, apa nama alat pendingin mesin mobil? Yah benar, namanya adalah Radiator. Alat ini berfungsi untuk mendinginkan mesin mobil saat bekerja. Suhu pada mesin mobil akan sangat tinggi saat dipakai untuk berkendara. Suhu yang tinggi akan menyebabkan mesin mobil bekerja lebih keras dan mengurangi efisiensinya. Jika tidak segera didinginkan, maka mesin mobil akan mengalami overheat, akibat buruknya adalah mesin akan mati alias tidak menyala.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat pendingin mesin mobil yang bernama radiator. Alat ini dilengkapi dengan cairan pendingin yang bersirkulasi di seputar mesin untuk mengambil panas dari mesin mobil. Panas berlebih ini perlu dibuang agar mesin dapat bekerja dengan baik. Cairan pendingin ini disebut dengan coolant.
Nah, pada kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang alat pendingin mesin mobil ini. Semoga setelah membaca uraian ini, kita dapat mengetahui dan memahami seputar alat pendingin mesin mobil ini.
Alat Pendingin Mesin Mobil
Pembakaran campuran bahan bakar-udara yang terjadi di mesin mobil dapat mencapai suhu 2.200 derajat celsius atau lebih sehingga seluruh bagian mesin akan menjadi panas. Cara mendinginkan mesin mobil yaitu dengan menggunakan alat radiator. Pendinginan ini disebut juga dengan pendinginan air. Air akan mendinginkan mesin secara tidak langsung dengan mengalirkan air agar panas mesin terbawa ke radiator dan didinginkan dengan udara dari kipas angin.
Pada sistem pendingin mesin mobil (radiator), air dipaksa mengalir melalui pipa-pipa dengan bantuan pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air tersebut menuju radiator. Di dalam radiator, air didinginkan dengan bantuan udara. Air yang telah mendingin ini kemudian dipompa kembali untuk mengulang proses transfer panas dari mesin mobil ke radiator.
Air yang digunakan dalam radiator lama-lama akan berkurang akibat penguapan dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu, radiator perlu diisi air kembali untuk memastikan lancarnya proses pendinginan mesin selama mobil berjalan.
Demikianlah penjelasan tentang Alat Pendingin Mesin Mobil. Bagikan materi ini agar orang lain juga dapat membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat pendingin mesin mobil yang bernama radiator. Alat ini dilengkapi dengan cairan pendingin yang bersirkulasi di seputar mesin untuk mengambil panas dari mesin mobil. Panas berlebih ini perlu dibuang agar mesin dapat bekerja dengan baik. Cairan pendingin ini disebut dengan coolant.
Nah, pada kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang alat pendingin mesin mobil ini. Semoga setelah membaca uraian ini, kita dapat mengetahui dan memahami seputar alat pendingin mesin mobil ini.
Alat Pendingin Mesin Mobil
Pembakaran campuran bahan bakar-udara yang terjadi di mesin mobil dapat mencapai suhu 2.200 derajat celsius atau lebih sehingga seluruh bagian mesin akan menjadi panas. Cara mendinginkan mesin mobil yaitu dengan menggunakan alat radiator. Pendinginan ini disebut juga dengan pendinginan air. Air akan mendinginkan mesin secara tidak langsung dengan mengalirkan air agar panas mesin terbawa ke radiator dan didinginkan dengan udara dari kipas angin.
Pada sistem pendingin mesin mobil (radiator), air dipaksa mengalir melalui pipa-pipa dengan bantuan pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air tersebut menuju radiator. Di dalam radiator, air didinginkan dengan bantuan udara. Air yang telah mendingin ini kemudian dipompa kembali untuk mengulang proses transfer panas dari mesin mobil ke radiator.
Air yang digunakan dalam radiator lama-lama akan berkurang akibat penguapan dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu, radiator perlu diisi air kembali untuk memastikan lancarnya proses pendinginan mesin selama mobil berjalan.
Demikianlah penjelasan tentang Alat Pendingin Mesin Mobil. Bagikan materi ini agar orang lain juga dapat membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

Membuat sebuah makalah memang perkara yang mudah, namun perlu di pahami ketika kamu membuat sebuah makalah harus tetap pada aturan yang berlaku.
Kaidah penulisan makalah memanglah sangat beragam, bisa jadi untuk setiap Perguruan tinggi yang ada menentukan aturan pembuatan makalah tersendiri. Akan tetapi kebanyakan universitas menggunakan cara kepenulisan yang sama yakni tersusun dari Cover,Abstrak, Daftar Isi, Kata Pengantar,Pendahuluan, dan seterusnya samapai daftar pustaka.
Membuat Makalah yang baik dan benar menjadi hal yang paling penting, karena jika salah dalam pembuatan ' sebagus apapun isi dari Makalah yang kalian buat maka tidak akan pantas untuk dibaca karena tidak menggunakan aturan atau kaidah kepenulisan yang tepat. Contoh kalian meletakkan pembahasan setelah hasi penelitian. jadi dalam setiap pembuatan makala harus menggunakan aturan-aturan yang telah ditetapkan agar makalah kalian sempurna dimata dosen maupun mahasiswa lainnya.
Cara Membuat makalah yang baik dan benar
Kaidah pembuatan makalah yang baik tersusun dari beberapa komponen sebagai berikut ini:
Pemilihan Topik
Topik adalah tema pembuatan makalah. Topik dapat pula diperoleh dari uraian latar belakang masalah. Latar belakang adalah sebab mengapa sebuah penelitian dilakukan atau alasan makalah ditulis. Sedangkan tema akan muncul karena adanya sebab pada latar belakang. Pemilihan topik harus menarik serta mencakup berbagai kajian ilmu yang memasyarakat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah tersebut sesuai dengan ilmu yang dibutuhkan. Topik yang biasanya digunakan dalam penulisan makalah antara lain berkutat pada bidang akademis atau mata pelajaran dibangku sekolah seperti Sejarah, Agama, TIK, Kesehatan, Biologi, Geografi, Ekonomi, PKN, Fisika, dan Kewirausahaan.
Sebagai tambahan pertimbangan, Kusmarwanti, M.Pd menyarankan ada 4 hal yang harus Anda sesuaikan dalam menentukan sebuah topik makalah.
- Kemampuan Anda dalam menguasai teori/kajian masalah
- Ketersedian bahan pendukung, referensi dan literatur lain yang dapat Anda akses
- Kesan menarik dan unik dari topik Anda.
- Seberapa besar manfaat dari makalah yang Anda terbitkan secara umum
- Pemilihan Bahasa
- Dalam penulisan sebuah makalah, perlu diperhatikan juga mengenai penulisan serta bahasa yang digunakan. Makalah biasanya menggunakan bahasa baku atau sesuai ejaan yang disempurnakan.
Ketentuan penulisan makalah untuk cakupan internasional, harus menggunakan Bahasa Inggris agar dapat diterima juga secara internasional. Berbeda dengan penulisan untuk kalangan dalam negeri (Indonesia) harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan EYD yang berlaku saat ini. Perlu Anda ketahui pula bahwa EYD biasanya disempurnakan setiap beberapa tahun.
Pemilihan bahasa serta penulisan makalah yang baik dan benar akan ikut menentukan bobot kualitas dari makalah yang Anda tulis. Jadi hal ini penting juga untuk diperhatikan. Pemilihan kata juga dirasa penting agar pembaca mampu memahami dengan baik maksud yang ingin Anda sampaikan dalam makalah. Hal ini akan menghindarkan dari kemungkinan adanya salah tafsir atau minim pemahaman terhadap esensi makalah Anda. Pemilihan kata harus dengan bahasa baku atau ilmiah serta tepat sasaran, tidak bertele-tele namun tetap informatif. Akan lebih baik apabila setiap penjelasan yang Anda tulis disertai dengan contoh yang konkret sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Kata kunci: Aturan membuat makalah yang baik dan benar bagi mahasiswa
1. Cover
Cover/Sampul makalah memuat judul makalah serta nama penulis, logo lembaga/institusi, tempat dan tahun terbit. Nama penulis ditulis dengan jelas, nama asli dan nama lengkap tanpa disingkat serta tanpa menyebutkan gelar. Alamat penulis memuat nama instansi atau lembaga tempat penulis bekerja atau menempuh jenjang studi (universitas). Tahun terbit adalah tahun pada saat makalah telah selesai penelitian dan penulisannya kemudian diterbitkan untuk umum.
Judul pada halaman cover atau sampul menggunakan huruf kapital yang dicetak tebal dengan menggunakan jenis huruf Times New Roman dengan besar font sebesar 14, ditulis dengan pengaturan layout center (rata tengah). Untuk penulisan nama penulis dan tidak diperlukan huruf kapital untuk semua kata, cukup huruf kapital di awal kata. Namun untuk penulisan keterangan nama instansi atau jenjang pendidikan menggunakan huruf kapital dengan dicetak tebal.
Judul yang ditampilkan harus judul yang jelas, informatif, singkat namun menjelaskan isi dari penelitian dalam makalah tersebut. Anda tidak dianjurkan menuliskan judul makalah misalnya “Laporan Penelitian Kajian Sosial di Masyarakat”, Anda harus menjelaskan lebih spesifik pada judul Anda tersebut, yaitu misalnya “Pengaruh Budaya Patrilineal dalam kehidupan masyarakat Jawa” judul tersebut akan menginformasikan kepada pembaca, garis besar dari isi atau bahasan makalah Anda.
2. Abstrak
Abstrak ditulis dalam dua bahasa atau dua versi, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk penulisan dalam Bahasa Indonesia Anda tidak diperbolehkan menulis lebih dari 250 kata, sedangkan dalam Bahasa Inggris Anda tidak diperbolehkan menulis lebih dari 200 kata. Abstrak dapat berisi ringkasan atau bahasan pokok dari makalah, tujuan penelitian, metode penelitian, hipotesa, serta sedikit rangkuman hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan. Jika Anda ingin menerbitkan makalah Anda pada skala internasional, maka Anda harus meletakkan abstract pada halaman utama atau halaman awal sebelum abstrak dalam Indonesia. Begitu juga jika ingin menerbitkan makalah dengan sasaran utama skala nasional, maka Anda harus menulis abstrak dalam Bahasa Indonesia pada halaman awal, baru kemudian abstract dalam Bahasa Inggris pada halaman berikutnya. Penulisan abstrak menyesuaikan tujuan dan sasaran Anda membuat makalah Anda tersebut.
Kata kunci menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, yaitu menyesuaikan bahasa yang digunakan pada abstrak. Jika abstrak dalam Bahasa Indonesia, maka kata kunci harus dalam Bahasa Indonesia. Sebaliknya jika abstract menggunakan penulisan dalam Bahasa Inggris, maka kata kunci harus dalam Bahasa Inggris (keywords). Kata kunci terdiri tidak lebih dari 3 sampai 5 kata. Kata kunci ditempatkan di bawah penulisan abstrak. Pada intinya, penulisan abstrak harus disesuaikan dengan tema dan tujuan penulisan makalah itu sendiri. Sedangkan kata kunci merangkum apa yang tertulis di dalam abstrak serta makalah penelitian Anda.
3. Daftar Isi
Daftar isi memuat informasi halaman dari isi makalah. Setiap bab dan sub-bab dalam makalah diberikan keterangan halaman agar memudahkan pembaca menemukan bahan yang akan dibaca. Daftar isi juga memuat daftar gambar dan daftar tabel (jika ada).
4. Kata Pengantar
Kata pengantar mencakup isi dari keseluruhan esensi makalah, yaitu membahas isi makalah secara menyeluruh namun umum. Hal ini perlu dilakukan agar pembaca mempunyai pandangan umum arah dari penelitian dalam makalah Anda tersebut.
Biasanya pada kata pengantar, penulis juga mencantumkan ucapan syukur kepada Tuhan YME, serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu proses penyelesaian makalah.
Dalam kata pengantar penulis juga dapat menjabarkan penjelasan waktu penulisan makalah, tempat penelitian, serta pihak-pihak yang menjadi mentor penulis dalam menyelesaikan makalah baik individu, instansi maupun lembaga-lembaga tertentu yang terlibat dan memberikan sumbangsih.
Dia akhir kata pengantar, penulis juga diperbolehkan menuliskan harapan penulisan makalah tersebut, manfaat bagi pembaca, kemudian penulis juga menerima masukan berupa kritik dan saran dari pembaca. Serta pencantuman nama lengkap penulis, tempat dan tanggal atau tahun (waktu) penulisan makalah tersebut namun tanpa dibubuhi tanda tangan.
5. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bahasan awal topik penelitian di dalam makalah yang disusun oleh dan dari sudut pandang penulis. Pendahuluan tidak perlu ditulis secara luas, cukup cakupan luarnya saja asalkan sudah mencakup esensi umum dari makalah Anda. Pendahuluan dapat dijelaskan secara umum dan singkat namun tujuan dan maknanya jelas. Pendahuluan dapat menjelaskan tentang pokok permasalahan awal yang ditemui. Permasalahan disini yang dimaksud adalah masalah yang ditemukan dan ingin diteliti dalam makalah Anda tersebut.
Di dalam bab pendahuluan, mencakup bab-bab penting dalam penelitian makalah. Biasanya di dalam pendahuluan terdapat tiga poin penting yang menjadi sub-bab nya yaitu Latar Belakang, Rumusan Masalah, dan Tujuan Pembahasan.
Kata kinci: Aturan membuat makalah yang baik dan benar bagi mahasiswa
6. Latar Belakang
Latar belakang menjelaskan secara umum permasalahan yang ditemukan, serta mengapa masalah tersebut perlu untuk diteliti kemudian di analisa dalam sebuah makalah. Latar belakang ditulis sejelas-jelasnya dengan penjelasan yang umum dan mudah dimengerti. Dapat pula dijelaskan dari awal hal yang ingin diteliti menjadi masalah yang perlu untuk dianalisis.
Latar belakang juga menjelaskan fakta-fakta, data-data, temuan penelitian sebelumnya, dan referensi yang penulis temukan, yaitu alasan yang membuat peneliti ingin meneliti hal tersebut. Penulis juga mengemukakan pendekatan serta landasan teori yang bisa digunakan untuk menelaah permasalahan yang ditemukan, yaitu dilihat dari sudut pandang teoritis.
Latar belakang ditulis dengan metode piramida terbalik, yaitu mengerucut ke bawah. Pada awalnya penulis menjelasakan secara luas dan umum gambaran permasalahan kemudian lama-kelamaan dikerucutkan menjadi poin permasalahan krusial, objek, serta ruang lingkup yang ingin diteliti.
7. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berisi pokok masalah yang ditemukan. Biasanya rumusan masalah sangat singkat dan padat, tidak lebih dari satu paragraf serta berisi poin-poin pertanyaan atau masalah yang akan diteliti. Poin pertanyaan biasanya antara 2 sampai 3 pertanyaan. Rumusan masalah merupakan hasil pengerucutan dari bahasan pada latar belakang yang telah diulas sebelumnya. Cara membuat rumusan masalah yang baik adalah mengerucutkan permasalahan melalui cara penyempitan kajian permasalahan yang begitu luas dan umum, menjadi masalah yang sangat khusus, spesifik dan menjurus, serta ditulis dalam bentuk pertanyaan yang kemudian akan diteliti dalam penelitian.
Tujuan penulisan rumusan masalah sanagt penting, yaitu alasan dari dilakukannya penelitian dalam makalah tersebut. Rumusan masalah juga berfungsi sebagai pedoman atau penentu arah penelitian, penentu metode dan teori yang akan diambil untuk digabungkan sebagai landasan teori dalam penelitian, serta memudahkan peneliti untuk menentukan sampel dan populasi penelitian.
8. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan berisi manfaat dari penelitian yang dilakukan. Pada dasarnya manfaat ini ditujukan untuk pembaca. Manfaat diperoleh jika telah menemukan hasil atau kesimpulan dari permasalahan dan konfirmasi dari hipotesa awal. Tujuan pembahasan biasanya ditulis secara singkat namun menggambarkan serta mendeskripsikan manfaat penelitian kepada pembaca.
Tujuan pembahasan dibagi menjadi dua, tujuan fungsional dan tujuan individual. Tujuan fungsional lebih ditujukan kepada instansi yang terkena imbas dari hasil penelitian makalah yang Anda buat, yaitu manfaat penelitian Anda diharapkan mampu menjadi landasan mengambil kebijakan atau keputusan. Tujuan individual manfaatnya lebih kepada individu, yaitu menambah ilmu pengetahuan, pengenalan, serta pengalaman baru terhadap kajian yang belum diteliti sebelumnya.
Tujuan pembahasan juga memiliki manfaat penelitian kepada penulis, yaitu menambah kaidah wawasan penulis.
9. Isi
Isi berisi uraian pokok dari topik makalah. Isi menjelaskan tentang permasalahan, penelitian yang dilakukan, metode penelitian, tempat penelitian, sasaran penelitian, serta penjabaran hasil data-data yang diperoleh di lapangan. Data yang diperoleh bisa merupakan data kualitatif, data kuantitatif, maupun mixed methods. Jika data dilakukan dengan proses wawancara, maka penulis bisa mencantumkan kutipan hasil pembicaraan dengan orang yang di wawancara atau narasumber tersebut. Namun jika data penelitian berupa data kuantitatif dapat mencantumkan hasil penelitian berupa daftar tabel berisi angka atau hal-hal yang bersifat numerik. Metode penelitian dapat dilakukan dengan metode survey, wawancara, dan pengamatan serta pengambilan data di lapangan.
Isi menjelaskan tentang definisi dan landasan teori, ulasan materi, penyelesaian masalah, serta solusi atau hasil penelitian.
Kata kunci: Aturan membuat makalah yang baik dan benar bagi mahasiswa
10. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan penjabaran dari hasil penelitian yang diperoleh. Hasil penelitian diperoleh dari analisis rumusan masalah yang ditemukan kemudian dianalisis menggunakan teori dan metode penelitian yang dilakukan, sehingga diperoleh kesimpulan penelitian. Kesimpulan bisa sesuai dengan hipotesa namun bisa juga tidak sesuai dengan hipotesa awal sehingga muncul sebuah kesimpulan baru dari rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya. Kesimpulan juga menjabarkan apakah penelitian yang dilakukan telah menjawab rumusan masalah atau masih diperlukan penelitian lanjutan.
11. Saran
Saran lebih ditujukan penulis kepada pembaca. Saran diperoleh dari kesimpulan penelitian untuk lebih dikembangkan kembali, ditindaklanjuti, maupun diterapkan. Saran berisi manfaat penelitian kepada pembaca berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh kemudian diharapkan agar dilaksanakan atau diterapkan oleh pembaca. Tujuan atau harapannya adalah agar pembaca mampu menerapkan atau menggunakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dalam aplikasinya secara langsung di masyarakat baik secara teoritis maupun praktis.
12. Penutup
Penutup berisi harapan penulis kepada pembaca yaitu berharap agar penelitian tersebut bermanfaat kepada pembaca. Penulis juga memberikan kesan dan pesan serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang mendukung penulis atas kontribusi nya untuk menyelesaikan makalah penelitian. Penutup juga menjelaskan kekurangan serta kelebihan dalam penulisan makalah penelitian.
Kata kunci: Aturan membuat makalah yang baik dan benar bagi mahasiswa
13. Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisi daftar referensi-referensi yang dicantumkan atau dipergunakan dalam penyusunan makalah. Daftar pustaka berisi paling sedikit 25 referensi, bisa dari jurnal, maupun buku. Penulisan daftar pustaka harus disusun secara sistematis serta diurutkan secara sistematis berdasarkan abjad/alfabetis menurut nama pengarang.
Daftar pustaka terdiri atas nama pengarang, tahun terbit publikasi, judul publikasi, serta tempat terbit dan penerbit. Pengaturan penulisan nama dalam daftar pustaka adalah dengan ketentuan nama keluarga harus ditulis terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh nama panggilan.
Nah itu tadi merupakan aturan atau urutan dalam pembuatan makalah yang baik dan benar, semoga apa yang saya berikan dapat menjadi acuan teman-teman mahasiswa dalam pembuatan makalah dengan baik dan benar salam mahasiswa....

MAKALAH TENTANG PENGERTIAN PARAGRAF, KEGUNAAN DAN JENIS-JENISNYA.
Candra fitriyanto
email: Candrafitriyanto5@gmail.com
(IAIN Metro Lampung)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala kemampuan rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelasaikan Tugas Makalah yang berjudul “ PENGERTIAN PARAGRAF, KEGUNAAN DAN JENIS-JENISNYA “ pada mata kuliah Microsoft Word. Kehidupan yang layak dan sejahtera merupakan hal yang sangat wajar dan diinginkan oleh setiap masyarakat, mereka selalu berusaha mencarinya dan tak jarang menggunakan cara – cara yang tidak semestinya dan bisa berakibat buruk. Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SWT atas petunjuk dan risalah-Nya, dan atas doa restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini. Terutama kepada search engine google yang ikut berperan besar dalam pembuatan makalah ini.
Kami dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Lampung, 04, desember 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umumnya sering dilupakan perbedaan antara paragraf dan kalimat. Suatu kalimat dalam tulisan tidak berdiri sendiri, melainkan kait-mengait dalam kalimat lain yang membentuk paragraph, paragraf merupaka sanian kecil sebuah karangan yang membangun satuan pikiran sebagai pesan yang disampaikan oleh penulis dalam karangan.
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi paragrafh, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal). Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai dalam tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang paragraf sebenarnya sudah memasuki kawasan wacana atau karangan sebab formal yang sederhana boleh saja hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Paragraf
Paragraf adalah seperangkat atau sekelompok kalimat yang tersusun dari satu kalimat pokok dan beberapa kalimat penjelas. Yang di maksud Kalimat Pokok adalah suatu kalimat yang berisikan masalah atau kesimpulan dari paragraf itu sendiri. Dan Kalimat Penjelas merupakan suatu kalimat yang berisikan penjelasan masalah yang terdapat di kalimat pokok. Atau definisi paragraf adalah bagian yang berasal dari suatu karangan yang terdiri dari sejumlah kalimat, yang isinya mengungkapkan satuan informasi / kalimat dengan pikiran utama sebagai pengendaliannya dan juga pikiran penjelas sebagai pendukungnya.
Ciri-Ciri Paragraf, Diantaranya Sebagai Berikut :
Yang pertama, kalimat awalnya terletak agak kedalam lima ketukan spasi untuk jenis karangan yang biasa.
Lalu yang kedua, paragraf memakai pikiran utama yang dinyatakan dalam kalimat topik.
Yang ketiga setiap paragraf memakai sebuah kalimat topik dan juga selebihnya merupakan kalimat pengembang yang mempunyai fungsi menjelaskan, menguraikan ataupun menerangkan pikiran utama yang terdapat dalam kalimat topik.
Dan yang keempat, paragraf memakai pikiran penjelas yang dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat tersebut berisi mengenai detail-detail kalimat topik. Paragraf bukanlah kumpulan kalimat topik. Paragraf hanya berisikan satu kalimat topik dan juga beberapa kalimat penjelas. Setiap kalimat penjelas berisi mengenai detail yang sangat spesifik serta tidak mengulang pikiran penjelas lainnya.
Fungsi Paragraf, Diantaranya Sebagai Berikut :
- Yang pertama, mengekspresikan gagasan yang tertulis dengan memberikan bentuk suatu pikiran dan juga perasaan ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis dalam suatu kesatuan.
- Yang kedua, untuk menandai peralihan gagasan baru bagi karangan yang terdiri beberapa paragraf, ganti paragraf berarti ganti pikiran juga.
- Yang ketiga, untuk memudahkan pengorganisasian gagasan bagi yang menulis dan memudahkan pemahaman bagi yang membacanya.
- Yang keempat, memudahkan pengembangan topik karangan ke dalam satuan unit pikiran yang lebih kecil.
- Yang kelima, untuk memudahkan pengendalian variabel, terutama pada karangan yang terdiri dari beberapa variabel.
2.2 Kegunaan Paragraf
Paragraf bukan berkaitan dengan segi keindahan karangan itu, tetapi pembagian per paragraf ini memiliki beberapa kegunaan, sebagai berikut:
- Sebagai penampung fragmen ide pokok atau gagasan pokok keseluruhan paragraph
- Alat untuk memudahkan pernbaca memahami jalan pikiran penulisnya
- Penanda bahwa pikiran baru dimulai
- Alat bagi pengarang untuk mengembangkan jalan pikiran secara sistematis
Dalam rangka keseluruhan karangan, paragraf dapat berguna bagi pengantar, transisi, dan penutup.
Unsur-Unsur Paragraf
Ada beberapa unsur yang pembangun paragraf, sehingga paragraf tersebut tersusun secara logis dan sistematis. Unsur-unsur paragraf itu ada empat macam, yaitu :
- Transisi,
- Kalimat topik,
- Kalimat pengem-bang, dan
- Kalimat penegas.
Syarat-syarat Penggunaan Paragraf
Kesatuan
Kesatuan paragraf ialah semua kalimat yang membangun paragraf secara bersama-sama menyatakan suatu hal atau suatu tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa paragraf itu memuat satu hal saja.
Kepaduan
Kepaduan (koherensi) adalah kekompakan hubungan antara suatu kalimat dan kalimat yang lain yang membentuk suatu paragraf kepaduan yang baik tetapi apabila hubungan timbal balik antar kalimat yang membangun paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami. Kepaduan sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan beberapa hal, seperti pengulangan kata kunci, penggunaan kata ganti, penggunaan transisi, dan kesejajaranb(paralelisme).
Kelengkapan
Ialah suatu paragraf yang berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kalimat topik. Paragraf yang hanya ada satu kalimat topik dikatakan paragraf yang kurang lengkap. Apabila yang dikembangkan itu hanya diperlukan dengan pengulangan-pengulangan adalah paragraf yang tidak lengkap.
Panjang Paragraf
Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak sama, bergantung pada beberapa jauh / dalamnya suatu Bahasa dan tingkat pembaca yang menjadi sasaran. Memperhitungkan 4 hal :
- Penyusunan kalimat topik,
- Penonjolan kalimat topik dalam paragraf,
- Pengembangan detail-detail penjelas yang tepat, dan
- Penggunaan kata-kata transisi, frase, dan alat-alat lain di dalam paragraf.
3.3 Jenis-Jenis Paragraf
Berdasarkan jenis-jenisnya, paragraf dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :
Paragraf Narasi
Paragraf Narasi adalah suatu jenis paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu. Paragraf narasi terdiri dari narasi kejadian dan narasi runtut cerita. Paragraf narasi kejadian yaitu paragraf yang menceritakan suatu kejadian ataupun suatu peristiwa, sedangkan paragraf narasi runtut cerita yaitu paragraf yang pola pengembangannya dimulai dari urutan tindakan ataupun perbuatan yang menciptakan ataupun menghasilkan sesuatu.
Contohnya : Jam istirahat Roy tengah menulis sesuatu di buku agenda sambil menikmati bekal dari rumah. Sesekali kepalanya menengadah ke langit-langit perpustakaan, tersenyum dan kembali menulis. Asyik sekali, seakan diruang perpustakaan hanya ada dia.
Paragraf Deskripsi
Paragraf Deskripsi adalah paragraf yang isinya merupakan penggambaran dari suatu keadaan atau peristiwa menggunakan kata-kata sehingga pembacanya seolah-olah ikut merasakan, melihat, dan juga mengalami langsung kejadian atau keadaan tersebut.
Contoh : Gadis itu menatap Doni dengan seksama. Hati Doni semakin gencar memuji gadis yang mempesona di hadapanya. Ya, karena memang gadis didepannya itu sangat cantik. Rambutnya hitam lurus hingga melewati garis pinggang. Matanya bersinar lembut dan begitu dalam, memberikan pijar mengesankan yang misterius. Ditambah kulitnya yang bersih, dagu lancip yang menawan, serta bibir berbelah, dia sungguh tampak sempurna.
Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah suatu paragraf yang bertujuan untuk memaparkan, menyampaikan informasi, mengajarkan, menjelaskan dan juga menerangkan suatu topik kepada yang membacanya dengan tujuan untuk memberikan informasi sehingga memperluas pengetahuan si pembaca.
Contohnya : Para pedagang daging sapi di pasar-pasar tradisional mengeluhkan dampak pemberitaan mengenai impor daging ilegal. Sebab, hampir seminggu terakhir mereka kehilangan pembeli sampai 70 persen. Sebaliknya, permintaan terhadap daging ayam dan telur kini melejit sehingga harganya meningkat.
Paragraf Argumentasi
Paragraf argumentasi adalah suatu jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, ataupun pendapat penulis dengan disertai bukti dan juga fakta ( yang benar terjadi ). Tujuannya yaitu supaya si pembaca yakin bahwa ide, gagasan, dan pendapat tersebut adalah benar adanya dan terbukti.
Contohnya : Sebagian anak Indonesia belum dapat menikmati kebahagiaan masa kecilnya. Pernyataan demikian pernah dikemukakan oleh seorang pakar psikologi pendidikan Sukarton (1992) bahwa anak-anak kecil di bawah umur 15 tahun sudah banyak yang dilibatkan untuk mencari nafkah oleh orang tuanya. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya anak kecil yang mengamen atau mengemis di perempatan jalan atau mengais kotak sampah di TPA, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya untuk menopang kehidupan keluarga. Lebih-lebih sejak negeri kita terjadi krisis moneter, kecenderungan orang tua mempekerjakan anak sebagai penopang ekonomi keluarga semakin terlihat di mana-mana.
Paragraf Persuasi
Paragraf persuasi adalah suatu bentuk atau jenis karangan yang mempunyai tujuan membujuk pembaca supaya ingin berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan penulisnya. Supaya tujuannya bisa tercapai, penulis harus mampu mengemukakan pembuktian dengan menggunakan data dan juga fakta.
Contohnya : Dalam diri setiap bangsa Indonesia harus tertanam nilai cinta terhadap sesama manusia sebagai cerminan rasa kemanusiaan dan keadilan. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya, mengembangkan sikap tenggang rasa dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai sesama anggota masyarakat, kita harus mengembangkan sikap tolong-menolong dan saling mencintai. Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh suasana kemanusian dan saling mencintai.
Macam-Macam Paragraf Berdasarkan Tujuannya, Yaitu :
Paragraf Pembuka
Paragraf pembuka biasanya memiliki sifat ringkas, menarik, dan bertugas menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan.
Contoh paragraf pembuka : Pemilu baru saja usai. Sebagian orang, terutama caleg yang sudah pasti jadi, merasa bersyukur karena pemilu berjalan lancar seperti yang diharapkan. Namun, tidak demikian yang dirasakan oleh para caleg yang gagal memperoleh kursi di parlemen. Mereka mengalami stress berat hingga tidak bias tidur dan tidak mau makan.
Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung berisi inti masalah yang hendak disampaikan kepada pembaca. Secara fisik, paragraf ini lebih panjang dari pada paragraf pembuka. Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisi, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
Paragraf Penutup
Paragraf penutup biasanya berisi simpulan (untuk argumentasi) atau penegasan kembali (untuk eksposisi) mengenai hal-hal yang dianggap penting.
Contoh paragraf penutup : Demikian proposal yang kami buat. Semoga usaha kafe yang kami dirikan mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa serta bermanfaat bagi sesama. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Macam-Macam Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Paragraf Deduktif
Paragraf deduktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal paragraf dan dimulai dengan pernyataan umum yang disusun dengan uraian atau penjelasan khusus.
Contoh paragraf deduktif : Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya, sudah diputuskan bahwa dana itu harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia memaksa menggunakannya untuk membuka usaha baru.
Paragraf Induktif
Paragraf induktif ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di akhir paragraf dan diawali dengan uraian atau penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum.
Contoh paragraf induktif : Semua orang menyadari bahwa bahasa merupakan sarana pengembangan budaya. Tanpa bahasa, sendi-sendi kehidupan akan lemah. Komunikasi tidak lancar. Informasi tersendat-sendat. Memang bahasa merupakan alat komunikasi yang penting, efektif dan efisien.
Paragraf Campuran
Paragraf campuran ditandai dengan terdapatnya kalimat utama di awal dan akhir paragraph. Kalimat utama yang terletak diakhir merupakan kalimat yang bersifat penegasan kembali.
Contoh paragraf campuran : Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Kegiatan apa pun yang dilakukan manusia pasti menggunakan sarana komunikasi, baik sarana komunikasi yang sederhana maupun yang modern. Kebudayaan dan peradaban manusia tidak akan bisa maju seperti sekarang ini tanpa adanya sarana komunikasi.
Macam-Macam Paragraf Berdasarkan Isi
Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi ditandai dengan kalimat utama yang tidak tercantum secara nyata dan tema paragraf tersirat dalam keseluruhan paragraf. Biasanya dipakai untuk melakukan sesuatu, hal, keadaan, situasi dalam cerita.
Contoh paragraf deskripsi : Dari balik tirai hujan sore hari, pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu seperti perawan mandi basah, segar penuh gairah dan daya hidup. Pelepah-pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh hembusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona.
Paragraf Proses
Paragraf proses ditandai dengan tidak terdapatnya kalimat utama dan pikiran utamanya tersirat dalam kalimat-kalimat penjelas yang memaparkan urutan suatu kejadian atau proses, meliputi waktu, ruang, klimaks dan antiklimaks.
Paragraf Efektif
Paragraf efektif adalah paragraf yang memenuhi ciri paragraf yang baik. Paragrafnya terdiri atas satu pikiran utama dan lebih dari satu pikiran penjelas. Tidak boleh ada kalimat sumbang, harus ada koherensi antar kalimat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Paragraf adalah seperangkat atau sekelompok kalimat yang tersusun dari satu kalimat pokok dan beberapa kalimat penjelas. Yang di maksud Kalimat Pokok adalah suatu kalimat yang berisikan masalah atau kesimpulan dari paragraf itu sendiri. Dan Kalimat Penjelas merupakan suatu kalimat yang berisikan penjelasan masalah yang terdapat di kalimat pokok.
Paragraf bukan berkaitan dengan segi keindahan karangan itu, tetapi pembagian per paragraf ini memiliki beberapa kegunaan, sebagai berikut:
1. Sebagai penampung fragmen ide pokok atau gagasan pokok keseluruhan paragraph
2. Alat untuk memudahkan pernbaca memahami jalan pikiran penulisnya
3. Penanda bahwa pikiran baru dimulai
4. Alat bagi pengarang untuk mengembangkan jalan pikiran secara sistematis
5. Dalam rangka keseluruhan karangan, paragraf dapat berguna bagi pengantar, transisi, dan penutup.
Berdasarkan jenis-jenisnya, paragraf dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :
- Paragraf Narasi,
- Paragraf Deskripsi,
- Paragraf Persuasi,
- Paragraf Eksposisi,
- Paragraf Argumentasi.
3.2 Saran
Sebaiknya dalam penyusunan paragraf harus menggunakan aturan-aturan yang sudah disepakati, karena masih banyak orang yang menulis sebuah paragraf bahkan wacana tidak mengikuti aturan-aturan dalam penulisan paragraf yang baik dan benar.
Daftar Pustaka

KonsepPsikologi Agama_Ditinjau dari segi istilah, psikologi agama berasal dari dua kata, yaitu psikologi dan agama. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yangnormal, dewasa dan beradab. Dengan demikian, sebagaimana teori yangdikontruksi oleh RobertH. Thouless (1992) psikologi merupakan ilmu yang dipergunakan untuk mempelajari tingkatlaku dan pengalaman manusia(Robert H. Thouless, 1992:13).
Banyak versi tentang pengertianpsikologi, namun secara umum dapat disimpulkan bahwa psikologi merupakan ilmu yangmempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yangberada di belakanya. Karena jiwa bersifat abstrak, maka untuk mempelajari kehidupan kejiwaanmanusia hanya mungkin dilihat dari gejala yang tampak, yaitu pada sikap dan tingkah laku yangditampilkannya.
Dalam berbagai hal, kata agama semakna denganreligidanal-din. Sayang, usahapencarian definisisecara terminologisyangdisepakati olehsetiap ilmuwan tampaknya tidakakan pernah terwujud. Kenyataan itu disebabkan bahwa;pertama, agama adalah persoalanbatini, subyektif dan juga individualistik;Kedua,barangkali tidak ada orang yang begitubersemangat dan emosional daripada ketika membicarakan agama. Karena itu setiap kalimembicarakan definisi agama selalu diwarnai rasa emosional sehingga sulit memberikan artikata agama itu;Ketiga,konsepsi tentang agama selalu akan dipengaruhi oleh konseptor, yaknitujuan orang yang memberikan pengertian agama itu(Maghfur Ahmad, 2005).
Namun demikian, secara umum,agamapaling tidak memuataspek-aspek;pertama,aspek asal usul, yaitu dari mana agama tersebut muncul. Dari Tuhan atau dari pemikiranmanusia.Kedua, aspek tujuan, bahwa setiap agama pasti memiliki tujuan, yaitu untuk memberituntunan hidup agar bahagia di dunia dan akhirat.Ketiga, aspek ruang lingkup, yaitu, adanyakekuatan yang ghaib, adanya respon emosional dan adanya sakralitas.Keempat, aspekkontinuitas, yaitu disampaikan turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi.Kelima,aspek sumber, yaitu kitab suci yang dijadikan sebagai pegangan hidupumat beragama(AbudinNata, 2002; Harun Nasution, 1979).
Atas dasar itu, Thouless (1992) berkesimpulan bahwa agama berpusat pada Tuhan ataudewa-dewa sebagai sutau keyakinan (tentang dunia lain).Dalam konteks psikologi agama.Thouless mendefiniskan agama sebagai sikap (cara menyesuaikan diri) terhadap dunia yangmencakup acuan yang menunjukkan lingkungan lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yangterkait ruang dan waktu,the spatio-temporal physical world.
Thouless (1992) akhirnya memberi simpulan bahwa psikologi agama adalah cabang daripsikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan denganmengaplikasikan prinsip-prinsi psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukankeagamaan. Sedang menurut Zakiah Daradjat (1996) psikologi agama adalah meneliti danmenelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruhkeyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya, dalamkonteks pertumbuhan dan perkembangan jiwa agamanya(Zakiah Daradjat, 1996).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa psikologi agama merupakan cabangpsikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan denganpengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya denganperkembangan usia seseorang.

PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI ISLAM
DENGAN NASH AL-QUR’AN
Hertanti
59
Institut Agama Islam Negeri Metro
Abstract
The more developed
times and the more new problems in the realm of human life, then came the
thought and belief of humans to continue to try to believe and understand
religion in accordance with the development of the times. Therefore, there are
a lot of approaches in believing and understanding the science of religion from
the Qur'an and hadith. This method is very important in improving human
understanding, namely what is called the Islamic methodology, especially those
derived from the Qur'an. Islam is not only a matter of religion but one of them
is a matter of method. The method that can be taken from the study of the
Qur'an is the method of interpretation of the Qur'an. The method of
interpretation of the Koran in general is divided into two parts, namely the
Bil-Ma'tsur Interpretation and Bil-Ra'yu Tafsir. It is with these
interpretations that makes Islam can embrace all the differences that have
become habits or the reality of the social life of society. It would be better
if you interpret some approaches so that Islam is more profound and become the
answer to problems that often arise in human life and it would be better if
interpreting Islam not only as a religion but interpreting Islam by expanding
the space for Islam itself.
Abstrak
Seiring
dengan kemajuan zaman dan semakin banyak pula masalah baru didalam ranah
kehidupan manusia, maka muncul lah sebuah pemikiran dan kepercayaan manusia
untuk terus berusaha meyakini dan memahami agama sesuai dengan berkembangnya
zaman. Maka dari itu, banyak sekali pendekatan dalam meyakini dan memahami ilmu
agama yang berasal dari al-Qur’an maupun hadits. Metode inilah yang sangat
berperan penting dalam meningkatkan pemahaman manusia yaitu yang disebut dengan
metodologi islam terutama yang berasal dari al-Qur’an. Islam bukan hanya soal
agama tetapi salah satunya adalah soal metode. Metode yang bisa kita pelajari
dari studi al-Qur’an yaitu metode penafsiran al-Qur’an. Metode penafsiran
al-Qur’an umumnya telah dibagi menjadi dua bagian yakni terdiri dari Tafsir
Bil-Ma’tsur dan Tafsir Bil-Ra’yu. Dengan tafsir-tafsir inilah yang menjadikan
islam dapat merangkul semua perbedaan yang telah menjadi kebiasaan ataupun
realitas dari kehidupan sosial masyarakat. Akan jauh lebih baik lagi jika
memaknai beberapa pendekatan supaya islam lebih mendalam dan menjadi jawaban
atas masalah yang sering muncul dikehidupan manusia dan akan lebih baik lagi
jika memaknai islam tidak hanya sebagai agama tetapi memaknai islam dengan
memperluas ruang gerak islam itu sendiri.
A.PENDAHULUAN
Dilihat
dari pengalaman dunia luar, “studi islam” (islamic studies) merupakan
contoh salah satu studi yang menjadi sorotan dunia terutama oleh ilmuan barat
dan timur. Yang paling utama mereka yang telah membuat islam untuk dijadikan
wacana kajian ilmiah (keilmuan). oleh karena itu, mereka terkenal dengan
julukan islamolog bisa juga dikenal dengan islamisis. Jika digali lebih dalam,
bisa disimpulkan bahwa keinginan terhadap studi islam mulai banyak terlihat
sejak pertengahan ke dua abad ke-19.
Akhir-akhir
ini, studi islam telah dijadikan salah satu pelajaran yang banyak disukai
kalangan. Hal ini bisa diartikan bahwa studi islam telah memperoleh wadah dalam
kancah dunia ilmu pengetahuan. Universitas luar tepatnya di Barat telah
meresmikan tempat yang dijadikan terutama untuk mendiskursuskan studi islam dan
difasilitasi oleh buku-buku dan jurnal-jurnal tentang keislaman yang sudah
terbit. Salah satunya yaitu Mcgill University di Canada.
Disisi
lain, banyak umat muslim yang mendapati sebuah masalah serius saat mengkaji
islam. Salah satu problem yang muncul disini bukan terdapat pada sedikitnya
penguasaan materi, tetapi masalah disini yaitu masalah metodologis, yakni
masalah penyajian oleh materi yang sudah dipelajari. Oleh karena itu, Harun
Nasution pernah berkata bahwa kekurangan banyak umat islam saat mengkaji islam
secara komprehensif dikarenakan kurangnya menguasai metodologi. Pernyataan yang
mirip juga dinyatakan oleh Safwan Idris yaitu adanya masalah metodologis
dimasyarakat ilmiah islam saat sedang memaknai konteks yang digunakan saat
dimensi normatif islam, saat mereka menduga itu jauh memacu kepada proses
menyesuaikan al-Qur’an oleh kebutuhan dunia yang merendahkan, bukan
kebalikannya.[1]
B.Pendekatan Normatif
Abuddin
Nata berpendapat bahwa, studi islam dalam konteks pendekatan normatif yakni
pendekatan yang bisa dilihat oleh agama melalui segi pembelajaran yang utama
dan murni yang diwahyukan dari Tuhan dan isinya belum ada campur tangan serta
belum ada pemikiran dari manusia.
Jika
membahas tentang ajaran agama, pasti tidak akan menjauh dari pembahasan teologi
ilmu ketuhanan, karena suatu pembelajaran mengenai agama akan dipercaya dan
dikerjakan dengan keikhlsan dan ketulusan, tetapi kalau manusia itu telah yakin
terhadap Tuhan yang sudah menurunkan ajaran itu sendiri.
Maka
dari itu, agama memiliki ciri mengikat dengan semua yang meyakininya, maka
pembelajaran moral agama lebih banyak serta terdapat pengaruhnya dari
pembelajaran moral yang bersumber dari falsafah dan pemikiran manusia. Pembelajaran
yang telah diturunkan serta diwahyukan oleh Tuhan Pencipta Alam Semesta
memiliki sifat kekudusan dan absolut yang tidak bisa dihindari oleh manusia.
Perintah manusia masih dapat dilanggar, tetapi perintah Tuhan tidak dapat
dilanggar. Pemikiran inilah yang menjadikan norma-norma akhlak yang dianut agama
memiliki akibat yang besar dalam membimbing manusia yang bersikap baik dan budi
pekerti luhur. Oleh sebab itu, kita menemukan banyak seorang Filosof
berubah alih menjadi Fukaha dan bahkan menjadi sufi.
Ciri-ciri
pengajaran agama islam sering dikenal sebagai konsepsi dalam bidang ibadah.
Yang diperluas oleh teologi Tawhidiyah. Sumber ataupun asal yang paling utama
dari ajaran agama islam yaitu al-Qur’an dan al-sunnah.
Ibadah dikelompokkan menjadi dua, yaitu umum dan khusus. Ibadah yang menjadi
pendekatan yaitu ibadah dalam lingkup khusus. Dalam Yurisprudensi islam sudah
ditetapkan bahwa dalam kaitannya dengan urusan ibadah tidak diperbolehkan
terdapat “kreatifitas”, oleh sebab itu yang meng ”create” atau mengubah suatu
bentuk ibadah dalam islam dicap sebagai bid’ah yang di azab nabi sebagai
kesesatan.
Keaslian
yang terdapat didalam ajaran islam pasti menjadi tolak ukur yang paling utama
untuk menunjukan identitas dan seperti apa ajaran islam itu. Pendekatan
normatif berusaha mendalami agama dengan cara memakai kerangka ilmu ketuhanan yang
berbeda paham yaitu menggap bahwa suatu agama dianggap yang sudah benar
dibandingkan dengan agama lain, tidak ada kelemahan sedikitpun dan selalu
bersikap tenang. Pendekatan normatif memiliki wawasan yang lebih
luas lagi. Karenanya semua pendekatan yang telah dipakai oleh ahli usul fiqih (Usbuliyah),
ahli hukum islam (Fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) dengan giat
mencari aspek resmi dan ajaran islam dari asalnya yaitu termasuk kedalam
pendekatan normatif.
Ø Pendekatan Normatif atau Keagamaan
dibagi menjadi 3 yaitu :
1.Pendekatan
Misionaris Tradisional
Pendekatan ini dibentuk dan dapat
dipergunakan pada abad ke-19 waktu ramai-ramainya kegiatan misionaris di
sekumpulan gereja dan sekte kristen dalam rangka mensinyali perkembangan
pengaruh politik, ekonomi dan militer negara Eropa diantaranya bagian Asian dan
Afrika. Semua misionaris berempati ingin mengetahui dan mengkaji islam dengan tujuan
untuk tidak mempersulit agar meng-kristen-kan orang beragama lain (proselytizing).
Metode yang dipakai adalah komperatif yaitu diantara kepercayaan islam dengan
kepercayaan kristen yang nantinya akan merugikan islam. Kita harus mengetahui
bahwa rencana apa yang dilakukan semua misionaris adalah sebagai suatu rencana
utama untuk pertumbuhan ilmu islam.
2.Pendekatan
Apologetik
Sifat dan karakteristik pemahaman umat
muslim abad ke-20 yaitu Pendekatan Apologetik. Pendekatan Apologetik berasal
dari tindakan umat islam kepada keadaan yang modern. Diajukan pada keadaan
modern, islam diketahui sebagai agama yang tepat dengan modernitas, kebudayaan
agama seperti kebudayaan luar yaitu Barat. Pendekatan Apologetik adalah sebagai
cara untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat kepada dunia modern dengan
berkata bahwa islam dapat menggiring umat islam masuk kedalam abad baru yang
lebih terang dan modern. Ide pokok inilah yang membuat konsentrasi kajian para
penulis buku dari berbagai islam maupun Barat. Peran semua pengkaji islam oleh
pendekatan Apologetik tersebut yaitu memunculkan pemikiran tentang data diri
baru oleh islam untuk penerus islam. Dan terciptanya rasa bangga yang lebih
untuk mereka. Penelitian Apologetik ini telah mampu melahirkan ataupun
memunculkan kembali beberapa bagian sejarah. Dan kesuksesan islam yang
sebelumnya pernah tertinggalkan dimasyarakat hasilnya bisa terlihat oleh
banyaknya kegiatan penelitian dan karya tulis yang mengedepankan para
peninggalan kecerdasan kultural, dan agama islam sendiri.
Sama halnya misionaris yang berminat
meneliti islam lebih jauh lagi, gerakan apologetik ini mempunyai berbagai
ciri-ciri. Maka dari itu, apologetik lebih teliti pada cara menunjukan islam
dalam penampilan yang baik, maka mereka akan terjerumus dalam ketidakbenaran
karena tidak memperbaiki ataupun memperdalam nilai keilmuan. Pendekatan
Apologetik sering menghasilkan sumber yang berisi ketidakbenaran dalam bentuk
distorsi, selektifitas dan pernyataan yang berlebihan dalam memakai bukti, juga
pernah menunjukan sisi romantisme sejarah serta kesuksesan umat islam dan
ketidakbenaran saat melaksanakan analisis perbandingan juga didukung oleh sifat
ataupun ciri tendensius. Ketidakberhasilan para apologis muslim modern yaitu
melaksanakan penelitian islam dengan motif dan bermaksud untuk memperkuat diri
dan tidak bermaksud untuk ilmiah.
3.Pendekatan
Irenic (simpatik)
Pada saat perang dunia II sudah muncul
gerakan yang tidak sama di dunia Barat yang digantikan oleh kelompok agama dan
Universitas. Gerakan itu bertujuan untuk memberi penghargaan amat besar oleh
keberagamaan islam dan merawat kebiasaan baru kepada islam. Sikap yang
dilakukan tersebut dalam upaya menghapus kebiasaan buruk di kalangan Barat
Kristen seperti prasangka, perlawanan dan meremehkan terhadap tradisi islam.
Pada saat yang beriringan terjadi percakapan denangan orang islam dengan
keinginan mampu menciptakan jalan keluar bagi terciptanya kebiasaan atau sikap
saling mengasihi antara kebiasaan agama dan bangsa. Pendekatan ini masih
mendapat perbaikan dari kalangan intelektual. Mereka dihadapkan kesusahan amat
besar dalam menjaga tali hubungan dengan orang islam dikarenakan
ketidakpercayaan dikalangan muslim pada masa lalu.
Salah satu contoh pendekatan irenic
dalam studi pembelajaran islam adalah karya dari Kenneth Cragg. Berdasarkan
dari karya yang ia tulis, Cragg menampilkan berbagai unsur kecantikan dan nilai
keberagamaan yang mendasari kebiasaan islam terhadap Kristen Barat dan yang
wajib dilakukan orang Kristen yaitu terbuka ataupun menerima segala hal. Cragg
dapat melukiskan bahwa islam menyimak banyak masalah dan isu yang mendasar
menurut umat Kristen. Maksud utama amanat dari Cragg yaitu arti dari iman islam
adalah terlaksana dalam pengalaman Kristani. Tetapi, dalam penjabaran akhirnya,
Cragg masih terpedaya kepercayaan kristennya, bahkan beliau berkata bahwa umat
islam wajib pindah menjadi agama Kristen dan hanya dengan cara begitu, umat
islam berubah menjadi islam keseluruhan. Peran serta karya Cragg adalah sangat
berguna untuk membasmi pemikiran buruk kepada islam yang tersebar luas di
kalangan Barat.[2]
C.Profil
Islam dalam Pendekatan Normatif
Saat
melaksanakan pendekatan serta penelitian studi islam membutuhkan banyak macam
pendekatan. Maka dari itu, saat melaksanakan pembelajaran ataupun pengkajian
dibutuhkan secara terperinci tentang islam bagian mana yang akan dikaji tetapi
berbeda dengan pendekatan normatif. Pendekatan normatif yaitu studi islam yang
melihat suatu permasalahannya dari sisi resminya atau normatifnya. Yang
dimaksud resmi disini adalah kaitannya dengan halal haram, boleh atau tidak,
dan semacamnya. Sedangkan normatifnya yaitu semua ajaran yang tercantum pada
nash.
Abuddin
Nata menyimpulkan pernyataan dari Amin Abdullah dan berkata, yaitu normatif
berhubungan erat oleh teologi, sesuatu apapun pasti akan menuju pada agama
tertentu. Kesetiaan kepada anggota atau kelompok sendiri, kepercayaan dan
pengorbanan waktu yang besar dan memakai bahasa secara subyektif, yaitu bahasa
sebagai pelaku utama, bukan sebagai pengamat yaitu yang merupakan karakter yang
sudah terdapat dalam bentuk pemikiran teologis.
Sejalan
oleh pendapat dari Amin Abdullah, Mukti Ali juga berpendapat bahwa mempelajari
agama dengan pendekatan normatif nyatanya bukanlah sebuah masalah, sebab
pendekatan yang berasal dari agama kepada suatu hal masalah pasti bersifat
normatif, dipandang dan ditentukan dari segi doktrin agama. Akan tetapi didalam
pembalajaran materi-materi agama akan terpandang disisi gejala kemandekannya.
Menurut
agama islam, secara tradisional, pasti ditemui teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah
dan Maturidiyah. Banyak sekali
pembelajaran agama dan pemahamannya tetapi tidak mudah begitu saja untuk
menyatukannya. Masing-masing mempunyai “kepercayaan” teologi yang susah untuk
dikomunikasikan. Bahkan seringkali jalan dari sebuah perbedaan tentang
pemahaman agama yang mengarah pada perlakuan yang kurang baik.
Tindakan
suatu agama yang berasal dari banyak aliran pemahaman tersebut lebih diutamakan
oleh semangat dan kepentingan suatu agama ataupun golongan tertentu. Dan jika
ingin mengetahui islam lebih dalam atau keyakinan-keyakinan lain yang bersifat
lebih normatif, yaitu dilihat dari suatu tulisan ataupun teks yang sudah
tertulis didalam kitab suci agama yang bermotifkan literal, tekstual dan
absolut. Akibatnya diantara aliran satu dengan aliran yang lainnya akan muncul
masalah “fanatisme” yaitu hanya kepercayannya lah yang disebut-sebut paling benar
sedangkan yang lainnya salah. Bahkan mereka menyebut paham yang lain itu sudah
sangat salah, keliru, sesat, kafir, murtad, dan cap-cap negatif lainnya. Dan
pula kepercayaan yang dituduhkan juga pasti akan melakukan pembalasan dengan
hal yang sama.
Seperti
inilah yang diartikan dengan agama bisa menjadi awal dari sebuah permasalahan
yang akan terjadi nantinya. Bukan agamanya yang tidak baik saat menjawab
permasalahan masyarakat, tetapi faktor dari manusianya lah yang salah
mengartikan dan memahami maksud dari agama tersebut. Agama yang seharusnya
menjadi awal kerukunan dan pemersatu umat tetapi malah justru berbalik menjadi
alat yang menimbulkan perpecahan bagi golongan-golongan masyarakat yang sedang
bertengkar ataupun berdebat baik dalam ranah politik, budaya, ekonomi dan
pembicaraan lain yang dikaitkan dengan agama.
Menurut
pendapat para sarjana, terutama para sarjana-sarjana modern (terutama kalangan
ilmuwan sosial) menjelaskan bahwa islam normatif ini adalah syari’ah. Meskipun
begitu, tidak dapat disangkal lagi bahwa syari’ah hanya bercirikan bentukan (derivative status), terutama dalam
konsep dan isinya. Oleh kerenanya, ia adalah produk historis para ahli atau
peneliti teologi hukum. Ia diresmikan sebagai dedukasi dari al-Qur’an dan
sunnah. Justru sebagian sarjana bahkan melihat islam normatif yaitu islam dari
kaum muslim dan sebagian muslim terpelajar dilihat sebagai “islam yang sesuai”.
Melihat
hal ini Amin Abdullah berkata yaitu kesediaan untuk menerima keberagaman
agama-agama didunia adalah kenyataan atau fakta dikehidupan dunia ini tidak
bisa ditolak dan harus diterima oleh siapapun orangnya. Secara
praktis-realistis bukan secara teologi-ekslusif sudah bukan pada kapasitasnya
lagi pada era keterbukaan dan globalisasi dunia seperti saat ini hanya untuk
menegaskan keberagaman pada diri sendiri tetapi tidak ingin tahu dan tidak
peduli dengan keberagaman orang lain.
Saat
melihat perluasan wilayah ataupun daerah pemahaman dan penghayatan keagamaan,
yang antara lain diakibatkan oleh transparannya penghubung-penghubung budaya
sebagai akibat meluapnya sinyal informasi didalam era ilmu dan teknologi,
masyarakat indonesia (khususnya) dan masyarakat dunia (umumnya) memerlukan
saran-saran dari penelitian keagamaan yang baru yang tidak terus menerus
bersifat “teologis-normatif”.
Ian
G. Barbour dimana yang telah dikutip oleh Amin Abdullah berkata, penyusunan
struktur fundamental bangunan pemikiran normatif seringkali berkaitan kuat
dengan karakteristik seperti; kecondongan dalam mengutamakan kesetiaan kepada
golongan sendiri sangat kuat. Adanya keterlibatan diri sendiri atau pribadi
(involvement) dan penghayatan yang terlalu dalam kepada ajaran-ajaran teologi
yang sangat dipercaya keasliannya, mengungkapkan isi hatinya dan hasil
pemikiran dengan bahasa aktor (pelaku) serta bukan bahasa pengamat (spectator).
Terkumpulnya 3 sikap ini akan menimbulkan sikap teologi yang ekslusif,
emosional, dan kaku.
Saat
melihat banyak pengulangan terhadap materi islam dengan pengelihatan normatif
diatas, dapat diartikan bahwa memahami islam oleh pendekatan normatif mempunyai
akibat dari sisi positif dan negatif. Sisi positif diantaranya; seseorang akan
mempunyai kepercayaan beragama yang tinggi (berpegang kuat terhadap agama yang
dipercaya sebagai yang benar), memperlama ajaran agama, membentuk karakter
pemeluknya dalam acara membangun masyarakat yang sempurna berdasarkan pesan
dari agama. Adapun sisi negatif dari memahami islam dengan pendekatan normatif
yaitu tertanamnya sifat ekslusif, dogmatis, kaku dan lebih condong tidak mau
mengakui kebenaran orang lain.
Jadi,
islam normatif yaitu islam yang dalam penelitiannya atau mengerti agama lebih
diutamakan oleh semangat dan kepentingan agama. Islam yang benar yaitu islam
menurut teks yang telah tertulis didalam kitab suci agama yang bercorak
literal, tekstual, dan absolut.
Bisa
juga dapat diartikan, islam normatif yaitu islam yang memakai pola pikir
deduktif, yaitu proses berfikir yang didasari dari kepercayaan yang diyakini
benar dan mutlak adanya, karena ajarannya berasal dari Tuhan (sudah pasti
benar), sehimgga tidak perlu ditanyakan lebih awal, melainkan dimulai dari
kepercayaan yang nantinya diperjelas dan diperkuat dengan bukti dalil-dalil dan
pendapat.[3]
D.Penerapan Pendekatan Normatif dalam
Nash al-Qur’an
Penerapan
pendekatan normatif dalam ajaran islam pasti dijumpai pada pengertian tentang
nash al-Qur’an. Pada waktu mempelajari nash al-Qur’an akan ditemui beberapa
teori yang sudah terkenal yang dapat dipakai oleh pendekatan normatif, selain
teori-teori yang dipakai oleh fuqoha’, ushuliyyin, muadditsin dan mufassirin,
antara lan yaitu teori teologis-filosofis,
yakni pendekatan yang mengerti al-Qur’an dengan cara memberi pemahaman secara
logis-filosofis, yaitu mencari nilai-nilai objektif dari subjektifitas al-Qur’an.
Teori
yang lain yaitu normatif-sosiologis
atau sosio-teologis, sebagaimana yang
telah diberikan Asghar Ali Engerineer dan Tahir al-Haddad, yaitu saat
mempelajari nash ada sekat antara nash normatif dengan nash sosiologis. Nash
normatif yaitu nash yang tidak bergantung pada konteks. Sedangkan nash
sosiologis yaitu nash yang isi pengertiannya harus disetarakan dengan konteks,
waktu, tempat, dan konteks lainnya.
Masih
berkaitan dengan pengertian nash al-Qur’an, Izzat Darwaza sebagaimana dikutip
oleh Khoiruddin mengungkapkan, al-Qur’an pada hakikatnya terdiri dari dua hal
penting, yakni:
1.Prinsip
fundamental
2.Alat atau sebagai jembatan untuk tercapainya
prinsip-prinsip fundamental tersebut.
Prinsip-prinsip
diatas termasuk prinsip yang sangat utama sebab di dalamnya terdapat tujuan
wahyu dan dakwah nabi. Hal-hal yang termasuk ke dalam prinsip tersebut yaitu
menyembah Allah dan harus mempersiapkan kode etik (norma) yang lengkap tentang
perbuatan-perbuatan (syari’ah). Terlebih seperti janji-janji Allah akan memberi
balasan perbuatan baik di akhirat dan akan menyiksa orang jahat, sejarah nabi
dan sejenisnya yaitu sebagai jalan penghubung agar tercapainya hal yang prinsip
tersebut.
Contoh
pendekatan normatif di dalam kehidupan yang sesungguhnya di era sekarang ini
seperti peringatan “Maulidan”, yaitu sebuah acara untuk memperingati dan untuk
mengenang kelahiran Nabi Muhammad saw. Yang dilaksanakan dengan banyak cara
yang berbeda antara kelompok satu dengan kolompok lainnya. Hampir setiap
tahunnya acara peringatan ini disambut dibermacam-macam daerah diindonesia,
bahkan sampai ke dunia. Untuk isi acaranya antara satu daerah dengan daerah
lainnya banyak yang berbeda, ada yang hanya membaca manaqib, al-Barzanji,
sampai pemeriahan yang dilakukan seperti perlombaan memeriahkan hari
kemerdekaan negara tanggal 17 Agustus.
Sampai
sekarang ini, mengenai acara untuk memeriahkan tersebut masih menjadi
pembahasan keagamaan yang menjadi bahan pembicaraan dalam tiap tahunnya, saat
bulan Rabi’ul Awal tepatnya. Tidak
cukup sampai disitu saja, akibat dari perbedaan pemahaman tentang boleh
tidaknya memperingati acara “maulidan” tersebut bahkan sampai kepada titik
saling mengklaim “benar” dan “salah” atau “bid’ah”.
Mahrus
Ali menyalin dari Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (pernah menjadi ketua majelis
ulama’ besar Saudi dan mufti Makkah) mengemukakan bahwa peringatan maulid sekalipun itu maulid Nabi semuanya adalah bid’ah,
kemungkaran, dibuat-buat oleh manusia dan tidak terdapat pada masa Nabi, para
sahabat ataupun di abad-abad yang paling utama. Menurut pendapatnya pemeriahan
seperti yang dilakukan ini yakni bagian dari tasyabbuh dengan kebudayaan Nasrani dan juga Yahudi untuk memeriahkan
hari-hari besar mereka, meskipun banyak sekali orang yang merayakannya, ia mengungkapkan
bahwa tolak ukur kebenaran bukan dilihat dari bagaimana dan banyaknya orang
yang mendukung acara tersebut, tetapi apakah ada bukti dalil-dalil dari
al-Qur’an dan al-Sunnah yang menerangkannya.
Abdul
Aziz bin Abdillah bin Baz dalam mengungkapkan ketegasannya kepada hukum bid’ah yang menyesatkan pada saat
peringatan maulid Nabi merupakan
contoh penerapan dari pendekatan normatif saat mempelajari agama islam.
Sebabnya ia menjunjung pendapatnya dengan memberi landasan pada al-Qur’an dan
al-Sunnah. Perayaan maulid Nabi saw.
Itu tidak dapat ditemui baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam dua
skrip utama agama islam tersebut.
Benar-benar
memahami serta mempelajari islam secara normatif berarti menggali, memahami,
menghayati, dan mengamalkan amanat-amanat islam yang berasal dari al-Qur’an dan
al-Sunnah. Olehkarena itu, segala sesuatu hal baik yang berisi tentang ritual
keagamaan ataupun tidak yang tidak berlandaskan dari dua referensi utama
tersebut dianggap menyalahi ajaran islam yang sesungguhnya.
Dengan
mempelajari pemahaman diatas, tidak boleh dikatakan salah mengerti agama dengan
mempergunakan pendekatan normatif. Karena normatifitas agama akan mengedepankan
masyarakat untuk selalu berpegang kuat pada nilai-nilai universal yang terdapat
pada agamanya. Dan juga memberikan solusi kepada setiap apapun masalah yang
muncul di ruang lingkup masyarakat hanya dengan cara memakai pendekatan
normatif juga tidak boleh dibenarkan. Sebab, paradigma normatif yang berisikan
tentang doktrin ketat yang mewajibkan agama muncul sebagai kekuatan absolut
dapat membuat gesekan antar golongan atau organisasi masyarakat. Selain itu
juga, dibutuhkan pendekatan lain seperti pendekatan sosial. Dengan pendekatan
ini agama akan berkembang sebagai agama yang berjalan dinamis dan menerima
terhadap perbedaan yang sudah menjadi realitas masyarakat indonesia.[4]
Pendekatan
normatif dalam studi islam pasti memberikan banyak manfaat seperti dapat
mengarahkan kaum Muslim tentang bagaimana menjadi seorang Muslim yang baik.
Tetapi pendekatan ini mempunyai kekurangan. Salah satu kekurangan pendekatan normatif
yaitu hanya melihat agama islam sebagai agama yang sudah pati benar dan paling
benar, sehingga dapat membuat seorang Muslim untuk terjerat kedalam kepuasan batin
dengan tidak memperdulikan realitas sosial dan sejarah.
Dilihat
dari kekurangan itu, pendekatan normatif saja dinilai tidak cukup untuk
meneliti islam, apalagi jika di PTAI, yang merupakan lembaga pendidikan tinggi
yang mempunyai tiga karakteristik utama, yakni; pendidikan, penelitian, dan
pengabdian terhadap masyarakat. Pastinya agar terwujudnya tiga ciri tersebut
tidak cukup dengan pendekatan normatif saja.
Ø Pendidikan Agama dalam Islam
Pada
hakekatnya manusia adalah makhluk yang bisa berkembang dengan cepat dan tanggap
dalam mengartikan hidup dan lingkungannya. Dengan mempunyai kelebihan alamiah
untuk selalu menggali kebaikan, kebenaran, dan keindahan manusia yang akan
selalu tetap berjuang dan berusaha dalam membangun kehidupan seterusnya yang lebih
baik lagi. Melewati proses perubahan itu, manusia dapat menjalani proses
kehidupannya menjadi lebih baik dan bersikap saling menghargai yang nantinya
akan dimintai pertanggung jawaban kepada yang Maha Pencipta. Dengan beberapa
kecerdasan ataupun kelebihan (multiple
intelligence) yang telah dihidayahkan
tuhan kepada manusia sebagai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. Tetapi,
manusia juga dapat melakukan ataupun bertindak hal-hal negatif. Jika dilihat
dari sisi negatifnya, Sigmund Freud menyatakan bahwa manusia dari sisi buruknya
yaitu manusia yang berkemungkinan besar bertindak ataupun melakukan hal-hal
jahat dan dapat membahayakan manusia lainnya. Bahkan sisi buruk manusia ini di
dalam al-Qur’an bisa menyamai keadaannya seperti hewan bahkan bisa lebih rendah
lagi darinya.
Berdasarkan
alasan tersebut, maka manusia harus selalu di periksa dan diajarkan, diarahkan
dengan sebaik mungkin supaya menjadi manusia baik yang sebenar-benarnya.
Pendidikan agama mempunyai peran yang sangat penting, yang dimaksud adalah pendidikan agama harus lebih di utamakan dan
dikedepankan untuk menunjang dan memfasilitasi proses ataupun cara
berkembangnya beberapa kecerdasan tersebut supaya siswa yang diajarkan ataupun
dididik menjadi manusia yang bertanggung jawab dan amanah dalam menyampaikan
ataupun menerapkan nilai-nilai keyakinan dan bersikap lebih baik dan saling
menghormati.
Beberapa
permaslahan keagamaan yang terus sering terjadi baru-baru ini, sebetulnya tidak
jauh dari permasalahan agama. Berarti kita dapat menyimpulkan bahwa proses
mengajarkan siswa hanya berupa pengetahuan saja, dan tidak termasuk mencakup
kedalam moral, prilaku maupun etika dalam bersikap. Hal ini mirip dengan yang
telah diungkapkan oleh Agus Salim, yakni masalah dalam pembelajaran yaitu
sedikitnya atau kurangnya pemahaman atau pengetahuan lebih dalam tentang
nilai-nilai agama. Maka untuk mencari jawaban atas permasalahan tersebut selain
pendekatan yang selama ini telah dicoba untuk dilakukan seperti, perbaikan dan
penyesuaian kurikulum, juga dibutuhkan saran dan solusi cadangan yang lebih
utama bersifat menyadarkan dan memahami kembali secara komprehensif arti dan
penerapan inti pelajaran agama dan cara beragama yang sesuai kaedah baik dan
benar.
Ø Tinjauan Normatif dalam Pendidikan
Islam
Ada
empat yang paling penting yang dilihat sebagai dasar tinjauan normatif
pendidikan islam multikultural, terutama dibidang keagamaan, yakni 1) kesatuan
mencakup aspek ketuhanan dan pesan-Nya (wahyu); 2) kesatuan kenabian; 3) tidak
ada paksaan apapun dalam beragama; 4) pengakuan kepada eksistensi agama lain.
Semua ini disebut normatif sebab sudah merupakan ketetapan Tuhan.[5]
Untuk
memahami pendidikan islam secara benar dan gamblang, Nasruddin Razak dalam buku
Abuddin Nata menjelaskan empat cara :
1.
Islam
wajib dimengerti dan dipahami hanya yang berasal dari sumber asli, yakni
al-Qur’an dan al-Sunnah Rasulullah. Kesalahan dalam memahami islam, itu disebabkan
karena mereka hanya mengetahuinya dari sebagian ulama saja dan pemeluknya
ataupun pengikutnya yang sudah pergi jauh dari bimbingan al-Qur’an dan
al-Sunnah, atau bisa juga dengan cara pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqih
dan tasawuf yang hakekatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan pada zaman
sekarang.
2. Islam harus dan wajib dipelajari secara
menyeluruh artinya disini tidak setengah-setengah karena sebagai satu kesatuan
yang bulat tidak secara sebagian saja dan tidak dengan cara persial karena akan
membahayakan, menimbulkan skepting, bimbang dan penuh keraguan.
3. Islam wajib dikaji dari kepustakaan
yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama
dan sarjana-sarjana peneliti islam, sebab pada dasarnya mereka mempunyai
pengetahuan serta penerapan islam yang baik, yaitu pengetahuan dan pemahaman
yang muncul dari campuran ilmu yang dalam kepada al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah dengan penerapan yang baik dari praktik dan kegiatan ibadah yang
dilakukan setiap harinya.
4.
Islam
sebaiknya dipelajari, dimengerti, dan dipahami dari berlakunya normatif teologis
yang terdapat pada al-Qur’an, lalu disambungkan kepada kenyataan historis,
empiris, sosiologis yang sudah ada dalam masyarakat. Oleh cara yang sedemikian
rupa, akhirnya bisa dilihat tingkat keserasian atau kesenjangan antara islam
yang berada pada dataran normatif teologis yang tertuang pada al-Qur’an dengan
islam yang ada pada dataran historis, sosiologis, dan empiris.[6]
Pendekatan
normatif didalam pendidikan Islam pasti memberikan banyak sekali manfaat
seperti dapat menunjukkan dan membimbing kaum Muslim tentang cara menjadi
Muslim yang baik. Tetapi pendekatan ini juga memiliki kekurangan. Salah satu
kekurangan pendekatan normatif, menurut pendapat Azra yaitu lebih kepada cara
memandang agama islam sebagai agama yang pas, yang dapat membuat seorang Muslim
untuk terjerat kepada kepuasan spiritual dengan tidak memperdulikan realitas
sosial dan sejarah.
Dilihat
dari kekurangan itu, pendekatan normatif saja dinilai kurang untuk meneliti
islam, apalagi jika di PTAI, yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang
mempunyai tiga karakteristik utama, yakni; penddikan, penelitian, dan
pengabdian terhadap masyarakat. Pastinya agar terwujudnya tiga ciri tersebut
tidak cukup dengan pendekatan normatif saja.
Pendekatan
normatif yang terdapat dalam penelitian islam menghasilkan pendangan serba
idealistik kepada islam, dengan seiring berkembangnya zaman membuat para kaum
Muslimin meninggalkan dan melupakan kenyataan yang sebenarnya. Maka dari itu,
sering menyebabkan mereka akan terperangkap pada “kepuasan batin” yang semu.[7]
Dalam
bahasa terdapat tiga macam bidang kajian dan wacana. Pertama, ungkapan-ungkapan
yang dipakai untuk menerangkan bagaimana objek pemikiran yang bersifat metafisi,
terutama berisi tentang Tuhan. Kedua, bahasa kitab suci terutama bahasa yang
ada di dalam kandungan isi al-Qur’an, dan ketiga, bahasa ritual keagamaan.
Jadi, pendidikan dalam islam normatif harus berasaskan bahasa yang terdapat
dalam bidang kajian diatas, dan tidak boleh memakai bahasa yang keluar dari
tatacara yang sudah tercantum dalam agama islam.[8]
Pendekatan
teologi dalam mengerti dan memahami agama lebih cenderung bersikap tertutup, tidak
ada percakapan, parsial, saling menyalahkan satu sama lain, saling
mengkafirkan, tidak mau saling diskusi dan kerjasama, dan tidak nampak adanya
rasa peduli antara satu dengan yang lain. Dengan pendekatan ini agama
sepertinya hanya sebagai kepercayaan dan pembentukan sikap dan tingkah laku
keras serta nampak asosial. Agama menjadi tidak bisa melihat terhadap
masalah-masalah sosial dan lebih cenderung menjadi identitas yang tidak
mempunyai arti. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mau menerima kebenaran
orang lan dan selalu menanggap dirinya lah yang paling benar. Inilah kekurangan
dari pendekatan teologi. Maka dari itu, inilah yang seharusnya menjadi tugas
para theolog dari berbagai macam agama dan intern agama untuk menghilangkan dan
memperkecil kecenderungan tersebut dengan cara mengajarkan kembali khazanah
pemikiran teologi mereka untuk lebih bersikap baik antar umat dan bisa saling
bertoleransi antar umat beragama. Cara alternatif lain yaitu dengan melengkapi
ataupun menambah dengan pendekatan lainnya seperti pendekatan sosiologi. Karena
mempunyai kelebihan yaitu seseorang akan memiliki sikap militansi dalam
beragama. [9]
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia saja, islam itu adalah agama yang diajarkan oleh
nabi Muhammad SAW, yang selalu berpaku maupun berpedoman kepada kitab suci
Al-Qur’an yang diturunkan kedunia dengan melalui wahyu Allah SWT. Sama halnya
dengan pendekatan normatif dalam konteks nash al-Qur’an yang selalu berpegang
teguh dan berpedoman dengan al-Qur’an.[10]
Tujuan
diadakannya penelitian dan kajian studi islam yaitu untuk menarik perhatian dan
supaya banyak yang melirik pada satu sisi. Sedangkan pada sisi lain yaitu
karena motif intelektual (kecerdasan). Dengan berbagai macam motif pula akan
berbeda-beda hasilnya, tergantung pendekatan yang akan digunakan atau dipakai
oleh para peneliti.[11]
Secara
sederhana bisa diketahui bahwa jika kita melihat dari segi normatif sebagaimana
yang telah ada didalam kitab al-Qur’an dan hadits, islam adalah agama yang
tidak memaksa atau tidak diberlakukan paradigma ilmu pengetahuan, yaitu
paradigma analisis kritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagaimana yang
telah kita ketahui bahwasanya sebagai agama, islam lebih utama bersifat
memihak, romantis, apologis, dan subjektif. Banyak sekali perbedaan dalam
melihat islam tergantung dari mana kita memandang. Ketika islam dilihat dari
segi normatif, maka islam adalah agama yang didalamnya berisikan tentang ajaran
Tuhan yang saling terkait dengan urusan akidah dan mu’amalah.[12]
Saat
berbicara tentang ilmu hukum normatif yang disebut Ilmu Hukum Praktikal atau
Ilmu Hukum Dogmatik. Ilmu hukum praktikal atau ilmu hukum dogmatik (ilmu hukum
normatif) yaitu pengembanan hukum teoretikal yang terlaksana saat kegiatan
intelektual berupa memaparkan, menganalisis, mengurutkan dan menginterpretasi
hukum positif yang berlaku. Tujuannya yaitu untuk terlaksananya penerapan dan
pelaksanaan hukum didalam praktek seperti saat mengkaji ataupun meneliti
tentang pendekatan normatif yang dilakukan secara lebih bertanggungjawab. Ilmu
hukum ini bersifat nasional. Pendekatan ilmu hukum normatif dan ilmu hukum
empirik adalah dua sisi pendekatan yang saling mengisi, hal ini disebabkan
karena titik utama perhatian ilmu hukum normatif yaitu hukum yang berlaku
sebagai sistem keharusan untuk mengatur dunia kenyataan kemasyarakatan.[13]
Pendekatan
normatif dapat dilihat sebagai kebalikan pendekatan saintik yang bisa dipandang
sebagai pendekatan yang saling melengkapi. Pendekatan normatif sangat cocok
jika diterapkan pada pembelajaran serta pembahasan Aqidah Akhlak yang isinya
menyuruh kita untuk dijelaskan secara normatif, dogmatis, apa adanya, atau
secara tekstual. Penerapan pendekatan normatif dalam proses pembelajaran Aqidah
Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, telah
memperhatikan sinyal yang direkomendasikan oleh permendikbud nomor 103 tahun
2014 tentang pelaksanaan proses pembelajaran.[14]
Pendekatan
normatif dalam studi al-Qur’an memiliki banyak contoh diantaranya al-Qur’an
dijadikan sebagai pembeda antara laki-laki dan wanita. Perbedaan jenis kelamin
ini mempunyai berbagai akibat terhadap hukum syari’ah. Perbedaan ini masuk
keperbedaan yang lain mengenai letak posisi wanita ditengah masyarakat.
Perbedaan ini berawal dari perbedaan pemahaman terhadap ayat al-Qur’an
(al-Nisa’/4: 1). Ulama-ulama terdahulu memberitahu bahwa wanita diciptakan dari
jenis yang sama dengan laki-laki. Alasan kedua yang terdapat dalam hadits Nabi
yang mengungkapkan bahwa “wanita diciptakan dari tulang rusuk seorang laki-laki
(Adam)”.
Dalam
masalah kepemimpinan al-Qur’an yang membedakan antara laki-laki dan perempuan
yaitu dengan cara mengutamakan laki-laki sebagai kepala keluarga atau pemimpin
keluarga tetapi tidak menutup kemungkinan bagi seorang perempuan juga untuk
tetap memiliki tugas yang sangat mulia yaitu menjadi seorang ibu dan istri.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan bertujuan supaya mereka saling
melengkapi. Hal yang lebih penting dalam masalah ini yaitu bagaimana mewujudkan
prinsip-prinsip agama dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan.[15]
Bidang
kajian dalam islam salah satunya yaitu al-Qur’an. Studi al-Qur’an yang
dilaksanakan oleh sarjana Barat pada awalnya terfokus pada masalah-masalah
kritis yang mengelilingi kitab suci orang islam ini. Permasalahannya seperti
pembentukan teks al-Qur’an, urutan cerita turunnya al-Qur’an, sejarah teks,
variasi bacaan, hubungan antara kitab al-Qur’an dengan kitab-kitab sebelumnya.
Kebanyakan karya dalam masalah itu dilaksanakan oleh sarjana abad 19, yang
paling penting dan utama adalah Theodor Noldeke. Kajian ataupun penelitian kritis
kepada al-Qur’an yakni dilaksanakannya oleh segolongan sarjana luar yaitu
jerman bekerjasama dengan sarjana lain. Izutsu memakai metode analisis semantik
yang sangat canggih yang bisa memperluas makna huruf-huruf dan konsep kunci
dalam teks al-Qur’an secara menyeluruh.[16]
Apapun
kegiatan yang dilakukan manusia pasti sudah memiliki tujuan masing-masing, jika
manusia tersebut tidak memiliki tujuan hidup maka akan sia-sia lah segala
kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini sesuai dengan firmal Allah yang tercantum dalam al-Qur’an yang artinya “padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus...” jadi, sesorang yang mengerti akan kemampuan yang dimiliki
dirinya tidak akan mau melakukan kegiatan yang sia-sia karena semua yang
dilakukan oleh mereka baik berfikir maupun bertindak harus membawa kepada
kebaikan sehingga kualitas dirinya akan meningkat.
Pendidikan
islam yang pastinya diajarkan dalam al-Qur’an bertujuan untuk mengajarkan kita
menjadi pribadi yang memiliki jiwa bersih dan suci, supaya mampu menjalin
hubungan terus menerus dengan Allah, mendidik kita untuk selalu bertanggung
jawab, menumbuhkan rasa simpatik dengan golongannya dan masih banyak lagi.[17]
Ø Implikasi Keagamaan terhadap Isi Tafsir
al-Qur’an
Berdasarkan
filosofis, pemahaman setiap orang kepada sesuatu yang telah benar bergantung
pada sampai sejauh mana mereka melakukan tafsiran kepada sesuatu yang benar
tersebut. Untuk seorang muslim, kebenaran akan dijadikan pandangan dunia saat
mereka percaya isi dari penafsiran al-Qur’an sudah cukup puas untuk dijadikan
alat kebenaran yang selalu mereka jadikan pedoman setiap langkahnya. Ibnu Arabi
(1165-1240), menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda dalam mengerti dan menelaah isi al-Qur’an oleh karena itu setiap
isinya berisi tujuh tingkatan pengertian masing-masing yang berbeda-beda.
Ideologi
tafsir ialah berisi tentang suatu pemahaman yang digunakan oleh para penafsir
dalam menafsirkan isi al-Qur’an. Pemahaman tersebut sangat berperan penting
yang digunakan oleh penafsir yang dijadikan pandangan dan pemahaman dalam isi
al-Qur’an. Pada abad ke 20 ada dua tafsir, yakni:
1.
Tafsiran
Skripturalis.
Tafsiran
ini digunakan oleh para penafsir yang tidak menggunakan bacaan secara kritis
sehingga mengakibatkan sikap yang berbeda kepada kebenaran yang terdapat pada
agama lain. Sikap semacam ini akan merasuki pemikiran umat islam kemudian
selanjutnya akan mengakibatkan sikap waspada kepada agama lain selain islam dan
bisa sampai mengakibatkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat.
Penafsiran
skriptularis dengan isi agama bisa membawa pengikutnya menjadi skripturalis
pada kehidupan yang sesungguhnya. Walaupun begitu, seharusnya jangan mengatakan
bahwa penafsiran seperti itu adalah salah, karena seperti apapun itu jika sudah
membahas soal keyakinan ataupun kepercayaan teologis yang ada pada diri setiap
individu dan jika terkait masalah teologis semua orang wajib dan berhak memilih
ataupun menganut tanpa paksaan dari pihak manapun. Setidaknya hanya dapat
mengkritik dengan memberitahu bahwa bukankah tujuan yang ingin dicapai dalam
syariat yang universal yakni kebaikan untuk kita semua lebih baik diutamakan
dari pada yang lainnya.
2.
Tafsiran
Substansialis
Liddle
mengatakan bahwa ada empat ciri-ciri utama penafsiran substansialis, yaitu: pertama, substansi ini harus berasal
dari sebuah keimanan dan bisa dipraktekkan itu yang lebih utama dari pada
bentuknya. Sama seperti faham akan teori dan isi dari al-Qur’an tetapi jauh lebih
baik jika dilakukan ataupun dipraktekkan oleh umat islam. Kedua, poin-poin yang ada didalam al-Qur’an harus tetap di pelajari
lebih dalam bisa dilakukan dengan penafsiran ulang supaya tetap seimbang dengan
seiringnya perubahan zaman. Situasi dan kondisi bermasyarakat saat ini berbeda
dengan kodisi sosial masyarakat pada zaman nabi Muhammad. Oleh karena itu,
pemahaman yang dulu sepertinya harus dilupakan serta dijauhkan dari zaman yang
sudah modern ini. Ketiga, ajaran
dalam islam harus lebih diutamakan lagi karena dulu pernah terjadi permusuhan
antar golongan bahkan agama di masa yang lalu yang tidak seimbang lagi dengan
zaman sekarang. Maka dari itu, diskusi dan musyawarah antar golongan harus
lebih sering diutamakan dan lebih ditingkatkan. Keempat, terutama untuk indonesia yakni bentuk Negara Republik
Indonesia sudah terakhir dan tidak boleh diganti ataupun dirubah menjadi
“Negara berbasis Islam” karena didalam dasar Negara sudah mencakup
tujuan-tujuan politik yang diajarkan menurut islam.
Ada hal yang lebih utama dari keempat
ciri-ciri diatas yaitu, memindah alih perkataan untuk tidak boleh meninggalkan
dari penafsiran literal kepada multi-literal. Yaitu Muhammad Abduh yang
disebut-sebut sebagai penafsir al-Qur’an yang melaksanakan secara real dengan mengamalkan isi dari teks
al-Qur’an. Ide-ide mereka yang berasal dari teks al-Qur’an sangat dekat dengan
pendekatan non-normatif. Pada masa itu, al-Qur’an tidak ditafsirkan melainkan
al-Qur’an dijadikan solusi pemecahan masalah terhadap permasalahan sosial yang
sangat sering terjadi.[18]
Ø Metode yang digunakan dalam Kajian Normatif
Metodologi yakni
sebuah penelitian tentang ilmiah yang berkesinambungan dengan pembahasan yang terkait
tentang metode-metode yang ingin digunakan dalam meneliti gejala-gejala yang terjadi di alam ataupun
manusia. Metode ilmiah ini merupakan aturan-aturan yang ‘wajib’ dilaksanakan
oleh para peneliti saat melaksanakan kajian kepada permasalahan utama yang akan
dikajinya. Sedangkan metodologi penelitian dalam kajian Islam, secara umumnya, adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara-cara atau metode-metode yang digunakan secara urut dalam
meneliti, memahami dan memperdalam ajaran-ajaran serta pengetahuan yang berasal dari
sumber-sumber yang telah dipercaya pada isi al-Qur`an. Dalam aturan Al-Qur’an,
pengetahuan didalamnya itu di dapatkan dari wahyu (haqq al-yaqin),
yang didasarkan oleh pendapat dan bukti (‘ilm
al-yaqin), yaitu dengan
penelitian, pengamatan, laporan sejarah, deskripsi pengalaman (‘ain alyaqin).
Langkah-langkah atau metode-metode pengetahuan berdasarkan sumber-sumber yang
terdapat dalam al-Qur’an.
Secara
historis, telah dilaksanakan oleh para ulama, fuqaha, ilmuwan, filosof
muslim dan para sufi. Banyak bermacam metode yang digunakan saat penelitian
tersebut, yang intinya bermaksud agar diterapkan
atau diamalkan dalam kehidupan manusia sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Melalui
kerja keras semacam ini, para ulama dan ilmuwan tersebut telah banyak menghasilkan dan
memproduk ilmu-ilmu, yang menjadi cerita kebaikan suatu peradaban Islam, baik yang
termasuk kedalam ilmu-ilmu riwayat maupun ilmu-ilmu rasional, termasuk dalam ilmu-ilmu terapan yang langsung dapat
digunakan dan diperankan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Bukan hanya itu,
ilmu-ilmu lain pun dihasilkan juga oleh kaum sufi. Apa yang dikerjakan oleh
para ulama dan pemikir Islam di atas, adalah suatu kesadaran bahwa seiring
dengan perkembangan masyarakat Islam diberbagai bidang, untuk mempelajari Islam
atau menerapkannya dalam masyarakat yang memiliki berbagai kebutuhan dan
kepentingan, masih dibutuhkan rumusan-rumusan yang nyata.
Kebanyakan
sumber ajaran Islam, baik al-Qur’an maupun Sunnah, tidak bisa ataupun
tidak dapat memberikan keterangan
tentang kebutuhan
tersebut secara detail atau rinci, kecuali untuk hal-hal tertentu, bahkan hanya memberikan semangat untuk
dilakukannya suatu tindakan lebih lanjut, atau hanya memuat nilai-nilai, supaya
pesan-pesan ajaran tersebut menjadi nyata bagi masyarakat. Kesadaran
tersebut, sebenarnya telah diakui dan dipercayakan sendiri oleh Nabi, melalui perbuatannya dan
persetujuannya terhadap penggunaan akal (istikhdam
al-‘aql) sebagai upaya penerapan
ajaran-ajaran Islam dalam lingkungan masyarakat, yang terkenal dengan sebutan ijtihad. Kesadaran
akan perlunya sistem penjelasan dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang
lebih sederhana dan dilihat dapat membahas masalah-masalah nyata dalam
masyarakat muslim, khususnya para ilmuwan muslim terdahulu, juga
terdapat pada para ulama, pemikir dan ilmuwan Muslim Indonesia sekarang.
Namun
demikian, kesadaran mereka tersebut, memunculkan suatu masalah besar
dalam aspek metodologis. Kebanyakan dari mereka, dalam memahami
ajaran-ajaran Islam, masih memanfaatkan metode-metode dan cara-cara sosial yang
nota bene yang merupakan produk peradaban Barat, oleh
karena itu, metode-metode produk muslim klasik hampir terlupakan dan hampir
tidak dipakai. Pemanfaatan metode-metode dan teori sosial produk Barat tersebut tidaklah salah
sama sekali dan tidak ada yang harus dipermasalahkan, tetapi ketika
ajaran-ajaran Islam terlepas dari otoritas wahyu, maka pengalaman dan
pembelajaran akan menjadi tidak terkendali, keluar dari dasar
pijakannya. Dengan kata lain, ketika seorang ilmuwan Muslim melakukan penelitian-penelitian
Islam dengan menggunakan metode dan teori yang berasal dari tradisi Barat modern itu,
apalagi secara kesendirian, tanpa melibatkan atau menyandingkannya dengan berita
terbaru metodologis produk muslim klasik, maka seringkali akan bertabrakan, yang memang
sejak awal telah berbeda atau paling tidak akan semakin menghilangkan metode dan teori-teori yang
pernah ada dalam tradisi muslim klasik.
Jika
metodologi Islam tak dianggap dan terabaikan, maka terlihat dari raut wajah kebingungan
para pengkaji atau peneliti ajaran Islam sejak awal dalam menentukan
metode dan langkah-langkah yang harus digunakan. Sehingga karya mereka benar-benar diakui
sebagai karya ilmiah. Ketika, contohnya, seorang Dosen mata kuliah Metodologi
Penelitian berkata bahwa karya-karya para mahasiswa PTAIN bukanlah
karya ilmiah, maka direspons dengan keidaksenangan. Ini menunjukan
bahwa ilmu dan cara metodologi produk ilmuwan Muslim terlihat asing bagi
mereka dan mungkin sebagian besar dari mereka belum pernah mendengar istilah
metodologi, bahkan ada yang sengaja dijadikan dengan sengaja menjadi ‘asing’, mungkin
dikarenakan oleh metodologi produk peradaban Barat yang tidak mempertimbangkan serta
melibatkan unsur kebaikan serta kerohanian. Sering diprotes, bahwa
metodologi penelitian dalam kajian Islam, kurang ada keterkaitannya
langsung kajian kajian tentang perilaku sosial yang tidak senada dengan norma-norma
kebaikan.
Ketidakserasian
semacam ini, apabila yang dimaksudkan yaitu normatif maka benar adanya, tetapi jika dikembalikan lagi
kemunculan metodologi penelitian Islam maka masih perlu dipertanyakan. Karena,
dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, paling sedikit ada empat macam
metodologi penelitian dalam kajian Islam yang pernah dikembangkan luas oleh
para pemikir Islam. lewat metode ini, baik dilakukan secara alternern maupun
secara terpadu, bukan hanya dapat menyentuh masalah hubungan dengan Allah dan
hubungan dengan alam tetapi juga akan berpengaruh terhadap hubungan baik antar
sesama manusia ataupun dengan masalah-masalah sosial lainnya. Berdasarkan isi uraian di
atas, maka dilihat perlu untuk melindungi metode-metode penelitian
yang digunakan para pemikir muslim dalam kajian Islam. Hal ini diartikan,
selain untuk melindungi peradaban Islam yang cenderung terlupakan
dan sudah mulai di asingkan, yaitu dalam rangka mengatasi masalah metode
yang muncul dari peradaban yang tidak mengakui otoritas kebaikan.
Metodologi
yang akan digali dan dicari ini tentu saja tetap dalam batas atau kerangka bangunan
ilmu dalam Islam yang merupakan hasil dari suatu peradaban atau sumber
utama pengetahuan Islam. Selanjutnya akan dibahas tentang mengenai bangunan ilmu dalam kajian
Islam. Bangunan
ilmu yang diartikan dalam pembahasan kali ini yakni suatu gambaran suatu ilmu yang menjawab
pertanyaan umum dan bersifat dasar sebagai berikut: Apakah yang bisa diketahui
oleh manusia? Bagaimana cara seseorang bisa mengetahuainya? Untuk apa
pengetahuan itu di bahas dan dimanfaatkan? Oleh karena itu, pembahasan tentang bangunan
ilmu dalam peradaban Islam yang tentu saja ada kemiripan dan juga
perbedaan dengan bangunan ilmu dalam peradaban lain akan mengantarkan kita kepada
musyawarah serta diskusi tentang tiga unsur pokok yang utama dan yang tentu tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain, yakni: Pertama,
adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai objek pengamatan dan
penelitian, melalui indera atau akal ataupun lainnya. Dalam dunia kajian filsafat ilmu unsur
ini sering disebut dengan ontologi.
Berbeda
pula pendapat dari pemikir Barat modern yang hanya menjadikan fisika sebagai
yang dapat
di amati atau sebagai objek pengetahuan dan penelitian, para pemikir Muslim memandang bahwa
objek penelitian, tidak hanya fisika, melainkan juga nash-nash (ayat al-Qur’an dan hadits), dan metafisika. Sangat banyak
sekali ayat yang menunjukan
dan menjelaskan bahwa terdapat wujud
al-ghaib dan ada wujud asysyahadah.
Dalam keterkaitan ini perlu dijelaskan bahwa dalam kajian para filosof Muslim, keberadaan essence atau
maujudat, jika diuraikan dengan jelas ada beberapa tingkatan, yakni tingkat
pertama yaitu Tuhan, tingkat kedua yaitu malaikat, tingkat ketiga yakni benda-benda
langit dan tingkat keempat yakni benda-benda bumi berupa mineral, tumbuh-tumbuhan,
binatang dan manusia. Kedua,
unsur yang dikenal dengan istilah nazhariyah
al-ma’rifah, adalah
langkah-langkah dan cara-cara untuk mendapatkan atau menemukan pengetahuan dan
pembelajaran, yang dalam kajian filsafat ilmu sering disebut dengan epistemologi.
Berbeda dari para pemikir Barat modern, para pemikir Islam
mengatakan bahwa epistemologi Islam yang bisa digunakan dalam penelitian
dan pengembangan pengetahuan yaitu: membaca, berpikir, pengamatan,
penelitian. Ketiga,
unsur yang dikenal dengan ilmu amal yang dalam kajian filsafat ilmu dikenal dengan aksiologi.
Dalam studi Islam, selain dua hal tersebut, bangunan penting dari suatu ilmu
adalah ilmu amal yakni dilihat dari cara kita untuk melakukannya dari suatu
ilmu yang telah didapatkan melalui berbagai epistemologi di atas. Ilmu amal tersebut
haruslah berlandaskan dengan nilai-nilai positif yang dapat membawanya kepada
apa yang dikenal dengan istilah amal shaleh. Nilai-nilai dimaksud adalah:
nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai akhlak, etika dan moral, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai
sosial, nilai-nilai kegunaan ataupun kebaikan. Amal shaleh dengan dasar dan
ciri di atas, haruslah dimanfaatkan dalam lima hal yaitu: merawat agama, merawat
jiwa, merawat
akal, merawat keturunan dan merawat harta kita.
Dalam
Islam, amalan dan perbuatan normatif atau keagamaan yang bernilai postif ataupun
yang dikenal dengan amal shaleh itu tadi sangat penting, tidak boleh hanya
sebagai wacana atau perdebatan saja tetapi juga harus dipraktekkan dan dicontohkan
dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa, al-Qur’an merupakan
kitab yang didalam nya membahas tentang prinsip-prinsip dan moral, bukan
merupakan sebuah kitab dokumen yang berisi tentang hukum dan di al-Qur’an sudah
dijelaskan semua hal secara rinci dan keseluruhan. Jadi, apapun perbuatan
ataupun langkah-langkah kita ini semua hendaknya harus berpedoman pada isi
didalam nash-nash al-Qur’an maupun hadits. Semua metode pun juga seperti itu,
metode-metode yang digunakan oleh para pengkaji atau peneliti pasti menggunakan
metode dengan berpedoman oleh nash al-Qur’an.[19]
E.KESIMPULAN
Metodologi
Studi Islam dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi Islam di dunia, yang
pengorganisasiannya berbeda antara perguruan tinggi satu dengan lainnya dan
merupakan mata kuliah umum yang wajib dipelajari oleh setiap mahasiswa IAIN dan
PTAIS yang mempelajari tentang ilmu yang mengkaji dan meneliti studi-studi
dasar keislaman baik klasik maupun modern dengan pendekatan normatif seadanya.
Dikatakan seadanya karena memang ada tataran praktisnya diperkuliahan, tidak
selamanya studi islam ini dibahas secara metodik sesuai dengan tuntutan
disiplin tersebut. Banyak variabel yang menjadi penyebab, diantaranya faktor
ketiadaan program pengajaran yang baku dan menuju ke arah yang lebih
metodologis. Penyebab lainnya adalah dari segi kemampuan tenaga dalam proses
belajar mengajar yang masih sangat terbatas dari segi rekayasa pendekatan,
sehingga diantara mereka ada yang tidak mampu membahas secara detail dan metodologis.
Wujud
nyata studi ilmu-ilmu dasar keislaman dan pendekatan normatif yang dimaksud
dalam silabus mencakup kedalam bidang-bidang studi yang salah satunya terdapat
pada nash al-Qur’an. Dimana saat kita benar-benar memahami serta mempelajari
islam secara normatif berarti kita telah menggali, memahami, menghayati, dan
mengamalkan amanat-amanat islam yang bersumber dari al-Qur’an. Dan juga saat
kita sedang mengkaji dan memberi pembelajaran tentang pendekatan normatif kita
juga harus berdasarkan dari dalil yang jelas yakni yang berasal dari nash
al-Qur’an.
Mata
kuliah MSI adalah suatu studi komprehensif tentang islam dalam batas-batas
kajian dasar dan diusahakan dipelajari secara lebih metodologis. Dengan maksud
lain, mata kuliah MSI adalah sebagai pengantar umum tentang khazanah ilmu-ilmu
pengetahuan dasar keislaman yang diperuntukkan sebagai pengenalan awal (studi
dasar) bagi semua mahasiswa sebelum melangkah kedalam kajian disiplin-disiplin
ilmu khusus sesuai dengan bidang kajian masing-masing jurusan yang terdapat di
IAIN dan PTAIS.
DAFTAR
PUSTAKA
Ajahari.
“MEMAHAMI ISLAM PERSPEKTIF METODOLOGIS.” Jurnal Tarbiyatuna Pendidikan Agama
Islam 1, no. 1 (Desember 2011): 7.
Amar’, Isrofil.
“STUDI NORMATIF PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL.” ISLAMICA 4, no. 2
(Maret 2010): 326–29.
Arifin, Syamsul.
“STUDI ISLAM: BASIS FILOSOFIS DAN PENDEKATAN.” Studi Islam: Basis Filosofis
dan Pendekatan, t.t., 6–7.
Dasmun, H. “STUDI
AL-QUR’AN DAN AL-HADITS.” Jurnal Risaalah 1, no. 1 (Desember 2015): 92.
Hanafiah,
Muhibuddin. “Revitalisasi metodologi dalam studi islam: suatu pendekatan
terhadap studi ilmu-ilmu keislaman.” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA XI, no. 2
(Februari 2011): 293–301.
Ibrahim, Duski.
“Metodologi Penelitian dalam Kajian Islam.” Intizar 20, no. 2 (2014):
248–51.
Krismiyarsi.
“KAJIAN TERHADAP PENDEKATAN ILMU HUKUM NORMATIF DAN ILMU HUKUM EMPIRIK SEBAGAI DUA SISI PENDEKATAN YANG SALING
MENGISI.” Masalah-Masalah Hukum Jilid 44, no. 1 (Januari 2015): 114–21.
Kurniasih, Apri.
“PENDEKATAN STUDI ISLAM DI PERGURUAN TINGGI ISLAM.” AS-Salam III, no. 1
(Th 2013): 83–88.
Mahfudz, Muhsin.
“IMPLIKASI PEMAHAMAN TAFSIR AL-QUR’AN TERHADAP SIKAP BERAGAMAN.” Tafsere
4, no. 2 (Tahun 2016): 123–30.
Mulyadi.
“KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM STUDI ILMU AGAMA: TELAAH PENDEKATAN
FENOMENOLOGI.” Ulumuna XIV, no. 1 (1 Juni 2010): 146.
Mundir. “PENERAPAN
PENDEKATAN SAINTIFIK DAN NORMATIF DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH
IBTIDAYAH.” JPII 1, no. 2 (April 2017): 198–201.
Murniyetti.
“Demokrasi dalam Islam: Suatu Pendekatan Tematik Normatif Tentang Kepemimpinan
Perempuan.” DEMOKRASI IV, no. 1 (Th 2005): 113.
Shaifudin, Arif.
“MEMAKNAI ISLAM DENGAN PENDEKATAN NORMATIF.” El-Wasathiya: Jurnal Studi
Agama 5, no. 1 (Juni 2017): 1–7.
Wahyudi, Dedi.
“KONSEPSI AL-QUR’AN TENTANG HAKIKAT EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM.” HIKMAH
XII, no. 2 (2016): 251.
Widodo, Pribadi.
“STUDI PERANCANGAN ISLAMIC CENTER LHOKSEUMAWE MELALUI PENDEKATAN SECARA MODERN
DENGAN TETAP MEMPERTAHANKAN UNSUR LOKAL KONTEN DAN SPIRITUALITAS ISLAM.” Jurnal
Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain, no. 1 (t.t.): 1–2.
Zuhriyah, Luluk
Fikri. “METODE DAN PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM Pembacaan atas Pemikiran
Charles J. Adams.” ISLAMICA 2, no. 1 (September 2007): 37–38.
Zulaiha, Siti.
“Pendekatan Metodologis Dan Teologis Bagi Pengembangan dan Peningkatan Kualitas
Guru MI.” Ar-Riayah : Jurnal Penddikan Dasar 1, no. 01 (2017): 157.
[1] Muhibuddin Hanafiah, “Revitalisasi metodologi dalam studi
islam: suatu pendekatan terhadap studi ilmu-ilmu keislaman,” Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA XI, no. 2 (Februari 2011): 293–301.
[2] Luluk Fikri Zuhriyah, “METODE DAN PENDEKATAN DALAM STUDI
ISLAM Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams,” ISLAMICA 2, no. 1
(September 2007): 37–38.
[3] Arif Shaifudin, “MEMAKNAI ISLAM DENGAN PENDEKATAN NORMATIF,”
El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama 5, no. 1 (Juni 2017): 1–7.
[4] Ibid.,
hal. 10-12.
[5] Isrofil Amar’, “STUDI NORMATIF
PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL,” ISLAMICA 4, no. 2 (Maret 2010): 326–29.
[6] Siti Zulaiha, “Pendekatan Metodologis Dan Teologis Bagi
Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Guru MI,” Ar-Riayah : Jurnal Penddikan Dasar
1, no. 01 (2017): 157.
[7] Apri Kurniasih, “PENDEKATAN STUDI ISLAM DI PERGURUAN TINGGI
ISLAM,” AS-Salam III, no. 1 (Th 2013): 83–88.
[9] Ajahari, “MEMAHAMI ISLAM PERSPEKTIF METODOLOGIS,” Jurnal
Tarbiyatuna Pendidikan Agama Islam 1, no. 1 (Desember 2011): 7.
[10] Pribadi Widodo, “STUDI PERANCANGAN ISLAMIC CENTER
LHOKSEUMAWE MELALUI PENDEKATAN SECARA MODERN DENGAN TETAP MEMPERTAHANKAN UNSUR
LOKAL KONTEN DAN SPIRITUALITAS ISLAM,” Jurnal Tingkat Sarjana bidang
Senirupa dan Desain, no. 1 (t.t.): 1–2.
[11] Syamsul Arifin, “STUDI ISLAM: BASIS FILOSOFIS DAN
PENDEKATAN,” Studi Islam: Basis Filosofis dan Pendekatan, t.t., 6–7.
[12] Mulyadi, “KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM STUDI ILMU AGAMA:
TELAAH PENDEKATAN FENOMENOLOGI,” Ulumuna XIV, no. 1 (1 Juni 2010): 146.
[13] Krismiyarsi, “KAJIAN TERHADAP PENDEKATAN ILMU HUKUM NORMATIF
DAN ILMU HUKUM EMPIRIK SEBAGAI DUA SISI
PENDEKATAN YANG SALING MENGISI,” Masalah-Masalah Hukum Jilid 44, no. 1
(Januari 2015): 114–21.
[14] Mundir, “PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN NORMATIF DALAM
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH IBTIDAYAH,” JPII 1, no. 2 (April
2017): 198–201.
[15] Murniyetti, “Demokrasi dalam Islam: Suatu Pendekatan Tematik
Normatif Tentang Kepemimpinan Perempuan,” DEMOKRASI IV, no. 1 (Th 2005):
113.
[17] Dedi Wahyudi, “KONSEPSI
AL-QUR’AN TENTANG HAKIKAT EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM,” HIKMAH XII,
no. 2 (2016): 251.
[18] Muhsin Mahfudz, “IMPLIKASI PEMAHAMAN TAFSIR AL-QUR’AN
TERHADAP SIKAP BERAGAMAN,” Tafsere 4, no. 2 (Tahun 2016): 123–30.
Subscribe to:
Posts (Atom)